Selasa, 27 November 2012

MAKALAH PERATURAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH AMDAL


PERATURAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
AMDAL


NAMA  : MUHAMMAD CANDRA SADAM
KELAS : 3IC01
NPM      : 24410652
Dosen     : RAMON TRISNO

UNIVERSITAS GUNADRAMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
DEPOK
2012

 

                  PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH


BAB I
PENDAHULUAN
       A.    LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya pendidikan kewarganegaraan  adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Selaku warga masyarakat, warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarka sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan. Dengan adanya peraturan perundang - undangan dalam kehidupan kita menjadi lingkungan ilmiah yang aman tertib dan sejahtera. Peraturan perundang-undangan merupakan suatu bentuk kebijakan tertulis yang bersifat pengaturan Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek kegiatan selalu didasarkan pada hukum yang berlaku. Aturan hukum merupakan peraturan perundang - undangan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan baik. Itu semua akan berjalan dengan sempurna apabila peraturan perundang - undangan ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh warga.Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu kebijakan tertulis yang bersifat pengaturan dan harus dipatuhi oleh semua pihak. Peraturan dibuat adalah untuk mengatur kehidupan agar berjalan dengan baik. Namun demikian, masih banyak yang belum bisa menjalankan dan menaati aturan yang ada. Terkadang masih banyak yang hanya menuruti kemauannya sendiri. Banyak masyarakat yang menjadi korban akibat tidak menaati peraturan. Peraturan perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan perundang-undangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Begitu pula bagi warga, peraturan perundang-undangan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat. Peraturan perundang-undangan sangat berguna demi menciptakan kehidupan yantertib dan aman.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka ditemukan beberapa masalah yang akan dibahas yaitu :
1.      Apa pengertian peraturan perundang - undangan?
2.      Bagai mana tata urutan peraturan perundang - undanggan?
3.      Apa pengertian peraturan pusat?
4.      Apa pengertian peraturan daerah?
5.      Bagai mana cara melaksanakan peraturan perundang - undangan
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan
Peraturan adalah ketentuan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Sedangkan peraturan perundang-undangan merupakan semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum, yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut berlaku untuk lembaga-lembaga negara dan seluruh warga negara Indonesia.
Adapun sifat dan ciri peraturan perundang-undangan di antaranya adalah:
1.      Peraturan perundang-undangan dikeluarkan dalam wujud  keputusan tertulis, jadi  mempunyai format/bentuk tertentu. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berpedoman pada UUD 1945.
2.      Peraturan perundang-undangan berisi aturan pola tingkah laku.
3.      Peraturan perundang-undangan dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang   berwenang baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
4.      Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum dan tidak ditunjukkan kepada seorang atau individu tertentu.
B.  Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Pancasila adalah sumber hukum nasional. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus bersumber pada sumber hukum. Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan ada tata urutannya, yaitu mulai pusat sampai daerah.
1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi. dengan demikian, semua peraturan perundangan dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 ini merupakan Konstitusi .pertama yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan resmi. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pertama pada tanggal 19 Agustus 1999. Kedua, pada tanggal 18 Agustus 2000. Ketiga, 10 November 2001. Keempat, tanggal 10 Agustus 2002.
2. Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)  Rencana penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu  Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah. Undang-Undang ini sebagai pelaksanaan dari UUD 1945. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dibuat oleh pemerintah dalam hal ini presiden jika ada kegentingan yang memaksa. Untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.Jika tidak mendapat persetujuan dari DPR,  maka peraturan itu harus dicabut.

3. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah, dalam   hal ini presiden. Peraturan Pemerintah (PP) memuat aturan-aturan umum dalam melaksanakan undang-undang.
4. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden dibuat oleh presiden untuk mengatur masalah-masalah tertentu. Peraturan Presiden (Perpres) berisi materi yang bersifat khusus untuk melaksanakan ketentuan undang-undang atau untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Daerah (Perda)
Peraturan Daerah merupakan peraturan yang disusun dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan. perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan Daerah meliputi:
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi bersama dengan gubernur;
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; dan
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
C.  Peraturan Pusat
1. Pengertian Peraturan Pusat
Peraturan pusat adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat, dan berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan. UUD 1945, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan pelaksana lainnya merupakan atau termasuk peraturan pusat.
2. Proses Penyusunan Peraturan Pusat
Proses pembuatan undang-undang, melalui 3 tahap yaitu proses penyiapan rancangan undang-undang, proses mendapatkan persetujuan, serta proses pengesahan dan pengundangan.
3. Contoh Peraturan Pusat
a. Peraturan tentang otonomi daerah
b. Peraturan tentang lalu lintas
c. Peraturan tentang korupsi
d. Peraturan tentang pajak
e. Peraturan tentang hak asasi manusia
D. Peraturan Daerah
1. Pengertian Peraturan Daerah
Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan peraturan daerah adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan-peraturan ini dibuat untuk mengatur masyarakat daerah terutama dalam rangka otonomi daerah. Artinya, jika ada suatu Peraturan daerah diberi otonomi untuk mengatur daerahnya sendiri, maka dibutuhkan beberapa aturan yang harus ditaati oleh orang-orang di daerah tersebut. Ada peraturan daerah yang dibuat oleh daerah tingkat I atau provinsi, ada juga peraturan daerah yang dibuat oleh daerah tingkat II, atau kabupaten/ kota. Peraturan-peraturan daerah meliputi:
        Peraturan daerah provinsi yang dibuat oleh DPRD Provinsi dan gubernur.
    • Peraturan daerah kabupaten/ kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
    • Peraturan desa atau setingkat, dibuat oleh lembaga perwakilan desa atau yang setingkat.
Peraturan- peraturan daerah tersebut harus melaksanakan aturan hukum yang ada di atasnya,yaitu peraturan- peraturan pusat, dan mengatur keadaan khususnya yang ada di daerah.
·         Pusat Pembuatan Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah
  1. Urutan pembuatan peraturan
Cara pembuatan peraturan biasanya menempati beberapa cara, yaitu:
  1. Membuat rancangan peraturan
  2. Mengajukan rancangan kepada DPR atau DPRD
  3. Membahas rancangan peraturan atau undang-undang
  4. Menetapkan rancangan peraturan atau undang-undang
  5. Mensahkan peraturan atau undang-undang
  6. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan peraturan
2. Contoh Peraturan Daerah
A. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi, “Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan (zebra cross)”.
B. Perda No. 14 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang di Wilayah Kabupaten Sragen.
E. Pelaksanaan Peraturan
Peraturan perundang-undangan dibuat untuk kepentingan bersama. Pelaksanaannya pun wajib dipatuhi oleh seluruh warga masyarakat, tidak memandang pejabat, orang berpengaruh atau kaya, semua orang wajib melaksanakan peraturan, dan apabila peraturan tersebut dilanggar akan mendapat hukuman.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan yaitu :
Ø   Peraturan adalah ketentuan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan
Ø   peraturan perundang-undangan merupakan semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum, yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.Peraturan perundang-undangan tersebut berlaku untuk lembaga-lembaga negara dan seluruh warga negara Indonesia.
Ø   Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan  yaitu :
1. Undang-Undang Dasar  (1945)
2. Undang-undang  atau Perppu
3. Peraturan pemerintah.
4. Peraturan presiden.
5. Peraturan daerah
Ø   Peraturan pusat adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat,    dan berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan. UUD 1945, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan pelaksana lainny a merupakan atau termasuk peraturan pusat.
Ø   Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan peraturan daerah adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.













DAFTAR PUSTAKA

Sapriya. Winaputra. (2002). Materi dan Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan SD. Jakarta : Gramedia Pustaka
Ikhwal Sapto Darmono, Sudarsih,. 2008. Pendidikan kewarganegaraan kelas 5 SD. Jakarta : Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional
Widihastuti Setiati,Rahayuningsih Fajar. 2008. Pendidikan kewarganegaraan 5 SD /MI. Jakarta: Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional
http :// WWW. Crayonpedia./ Mw / Peraturan perundang – undangan Tingkat Pusat dan Daerah BS E S.I
























BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
            Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jelas menyebutkan bahwa sumber daya alam dan budaya merupakan modal dasar pembangunan. Sebagai arahan pembangunan jangka panjang, GBHN menyebutkan bahwa : “Bangsa Indonesia menghendaki hubungan selaras antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya”. Dengan demikian perlu adanya usaha agar hubungan manusia Indonesia dengan lingkungan semakin serasi. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, oleh karena itu harus selalu diupayakan agar kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Hal ini dapat terjadi apabila analisis mengenai dampak lingkungan diterapkan pada setiap kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.

Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup di Indonesia diawali oleh seminar tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran di Bandung pada tahun 1972. Para Sarjana dan ahli Indonesia sudah lama mengikuti perkembangan masalah lingkungan, namun Pemerintah Indonesia baru mengenal masalah lingkungan secara resmi sejak mengikuti sidang khusus PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm 5 Juni 1972.
B.       Masalah
Adapun masalah yang dibahas pada makalah ini adalah :
      1.      Pengertian AMDAL
      2.      sistem regulasi AMDAL
      3.      fungsi, peran dan manfaat AMDAL
      4.      tahap-tahap penyusunan AMDAL
      5.      alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
C.      Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari makalah ini adalah :
      1.      Untuk mengetahui Pengertian AMDAL
      2.      Untuk mengetahui sistem Regulasi AMDAL
3.      Untuk mengetahui fungsi, peran dan manfaat AMDAL
4.      Untuk mengetahui tahap – tahap penyusunan AMDAL
5.      Untuk mengetahui alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
D.      Manfaat
Tujuan yang ingin diperoleh dari makalah ini adalah :
1.     Kita Dapat mengetahui pengertian AMDAL
2.     Kita dapat mengetahui sistem Regulasi AMDAL
3.     Kita dapat mengetahui fungsi, peran dan manfaat AMDAL
4.     Kita dapat mengetahui tahap – tahap penyusunan AMDAL
5.     Kita dapat mengetahui alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
E.  Manfaat AMDAL khususnya bagi pemerintah di antaranya sebagai berikut:
1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik dengan masyarakat.
3) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanju tan.
4) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
F. Manfaat AMDAL bagi masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan kontrol.
3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian AMDAL
Pada umumnya setiap negara yang sedang membangun memiliki sistem perencanaan pembangunan sendiri-sendiri. Sistem perencanaan pembangunan ini disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Kegiatan pembangunan ini dilaksanakan dengan menggunkan apa yang disebut proyek.
            Seringkali proyek dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan.
            Pembangunan dengan proyek yang dikaji dari aspek kelayakan lingkungan bisa disebut pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Instrumen untuk mencapai pembangunan berlanjut adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
            Menurut PP 29/1986, yang kemudian disempurnakan dengan PP 27/1999, yang semula hanya memiliki satu model AMDAL, berkembang dan mempunyai beberapa bentuk AMDAL dan mempunya pengertian:
1)   Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini menghasilkan dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Sementara itu pengertian ANDAL adalah sebagai berikut.
2)   Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan.
Dalam PP 51/1993, dikenal ada beberapa model AMDAL yaitu AMDAL Proyek Individual (seperti PP 29/1986), AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL Kawasan, dan AMDAL Regional. Pengertian ketiga AMDAL menurut PP 51/1993 tersebut adalah:
1)        Analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan terpadu/multisektor adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting menjadi dampak besar dan penting.
2)        Analisis mengenai dampak lingkungan kawasan adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan ha,paran ekosistem dan menyangkut kwenangan satu instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting diganti dampak besar dan penting.
3)        Analisis mengenai dampak lingkungan regional adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai dengan rencana umum tata ruang  daerah dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Hasil studi ini terdiri dari beberapa dokumen. Atas dasar beberapa dokumen ini kebijakan dipertimbangkan dan diambil.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
     Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
B.       Fungsi, peran dan manfaat AMDAL
Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam belum begitu besar karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di samping itu intensitas kegiatannya juga tidak besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktifitas manusia masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri secara alami. Tetapi aktifitas manusia makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan lingkungan yang besar pula. Pada saat inilah manusia perlu berfikir apakah perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia. Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan oleh manusia itu sendiri.
AMDAL (Analisis Mengenai Danpak Lingkungan) merupakan alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktifitas pembangunan yang direncanakan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Pasal 1 menyatakan : “Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pngambilan keputusan”.
AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang diperkirakan akan menimbulkan dampak penting, karena ini memang yang dikehendaki baik oleh Peraturan Pemerintah maupun oleh Undang-undang, dengan tujuan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-proyek pembangunan. Oleh karena itu pemilik proyek atau pemrakarsa akan melanggar perundangan bila tidak menyusun AMDAL, semua perizinan akan sulit didapat dan di samping itu pemilik proyek dapat dituntut dimuka pengadilan. Keharusan membuat AMDAL merupakan cara yang efektif untuk memaksa para pemilik proyek memperhatikan kualitas lingkungan, tidak hanya memikirkan keuntungan proyek sebesar mungkin tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang timbul. Dampak dari suatu kegiatan, baik dampak negatif maupun dampak positif harus sudah diperkirakan sebelum kegiatan itu dimulai. Dengan adanya AMDAL, pengambil keputusan akan lebih luas wawasannya di dalam melaksanakan tugasnya. Karena di dalam suatu rencana kegiatan, banyak sekali hal-hal yang akan dikerjakan, maka AMDAL harus dapat membatasi diri, hanya mempelajari hal-hal yang penting bagi proses pengambilan keputusan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan  timbul harus sudah diketahui sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan di dalam AMDAL.
Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa penerapan AMDAL di negara-negara berkembang ditujukan untuk :
  1. Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi akibat kegiatan pembangunan
  2. Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan ekonomi yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
  3. Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih dalam dan pemantauannya.
  4. Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan pembangunan.
  5. Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
  6. Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu sama lain.
  • Manfaat AMDAL Bagi masyarakat
      Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, sehingga dapat mempersiapkandiri di dalam penyesuaian kehidupannya apabila diperlukan;
      Masyarakat dapat mengetahui perubahan lingkungan di masa sesudah proyek dibangun sehingga     dapat memanfaatkan kesempatan yang dapat menguntungkan dirinya dan menghindarkan diri dari kerugian-kerugian yang dapat diderita akibat adanya proyek tersebut;
      Masyarakat dapat ikut berpartisipasi di dalam pembangunan di daerahnya sejak dari awal, khususnya di dalam memberikan informasi-informasi ataupun ikut langsung di dalam membangun dan menjalankan proyek;
      Masyarakat dapat memahami hal-ihwal mengenai proyek secara jelas sehingga kesalahfahaman dapat dihindarkai dan kerja sama yang menguntungkan dapat digalang;
 Masyarakat dapat mengetahui hak den kewajibannya di dalam hubungannya dengan proyek   tersebut khususnya hak dan kewajiban di dalam ikut dan mengelola lingkungan.
Bagi pemerintah
      Untuk mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tersebur tidak rusak (khusus untuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui);
       Untuk mencegah rusaknya sumberdaya alam lainnya yang berada di luar lokasi proyek baik yang dioleh olrh proyek lain, diolah masyarakat atau yang belum diolah;
      Untuk menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran air, pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya, sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat;
       Untuk menghindari terjadinya pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya dengan masyarakat dan proyek-proyek lainnya;
      Untuk menjamin agar proyek yang dibangun sesuai dengan rencana pembangunan daerah, nasional ataupun internasional serta tidak mengganggu proyek lain;
       Untuk menjamin agar proyek tersebut mempunyai manfaat yang jelas bagi negara dan masyarakat;
     Analisis dampak lingkungan diperlukan bagi pemerintah sebagai alat pengambil keputusan.

D. Tahapan Penyusunan AMDAL
Prosedur pelaksanaan Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan
1.        Tata laksana menurut PP 29 Tahun 1986
Menurut Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada PP No. 29/1986 Mengenai Analisis  Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
a.    Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kepada  instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut dibuatkan berdasarkan pedoman  yang ditetapkan oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup. Dalam uraian dibawah ini, yang dimaksud degan menteri KLH adalah “Menteri  yang di tugasi mengelola lingkungan hidup”  instansi yang bertanggung jawab adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag pelaksanaan rencana kegiatan, dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan pada Gubernur Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya
b.    Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL  dinilai tidak  tepat, maka instansi yang bertanggung  jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan petunjuk tentang kemungkinan lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu lokasi dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang bertanggung jawab mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.
c.    Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan  ANDAL, berhubung dengan adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap lingkungan, baik lingkungan geobiofisik maupun sosial budaya, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan ANDAL.
d.   Apibila ANDAL tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada dampak penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K dalam RKL adalah “Kelola” dan huruf P dalam RPL dari “Pantau”.
e.    Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan baru.

C.   Alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
Setiap rencana kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting, wajib dibuat AMDAL Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2. Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak dapat diperbaharui
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan, pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya
4. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
6. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi  lingkungan
7. Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara
Jadi, apabila rencana kegiatan mempunyai peran seperti yang telah disebutkan di atas wajib AMDAL.
Meskipun AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1982, sebagian besar praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk beranjak dari Peraturan No. 29/19869 yang menciptakan berbagai elemen penting dari proses AMDAL10. Sepanjang awal era 1990 didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat (BAPEDAL) terlepas dari Kementerian Negara Lingkungan, dengan mandat meningkatkan pelaksanaan
AMDAL dan kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan persetujuan atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000 AMDAL dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai elemen dari proses tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada AMDAL ‘gaya barat’. Legislasi AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun 199311 yang memiliki efek pembenahan atas prosedur penapisan, mempersingkat jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status format EMP yang distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas. Lebih dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini termasuk sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan di dalam BAPEDAL.    
Dengan diundangkannya Undang-undang Pengelolaan Lingkungan yang baru (No. 23/1997) berbagai reformasi lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi perlu. Peraturan 27/199912 diperkenalkan dengan simplifikasi lebih lanjut. Komisi sektoral dibubarkan dan dikonsolidasikan ke dalam suatu komisi pusat tunggal, sementara komisi propinsi diperkuat. Ketentuan yang lebih spesifik dan lengkap atas keterlibatan publik juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga dengan suatu rangkaian arahan teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata tidak tepat waktu, gagal untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan politis yang pada saat itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada desentralisasi politik dan administratif. AnalisisMengenai Dampak Lingkungan, yang sering di singkat dengan AMDAL, lahir dengan di undangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktifitas pemerintah federal yang besar di perkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Misalnya, sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke +  fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah instrumen yang sifatnya formal dan wajib (control and command) yang merupakan kajian bagi pembangunan proyek-proyek kegiatan-kegiatan pasal 17a yang kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang di akibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan periting dari suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
  1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
  2. Luas wilayah persebaran dampak
  3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
  4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
  5. Sifat kumulatif dampak
  6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible)
Dasar hukum dan prosedur pelaksanaan AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999 beserta beberapa KEPMEN yang terkait dan dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup. AMDAL dibuat sebelum kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu AMDAL merupakan salah satu persyaratan keluarnya perizinan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan

Satu lagi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun 2012, yaitu peraturan teknis terkait terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan. 
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL, dimulai dari pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan yang saat ini hanya dilakukan 10 (sepuluh) hari, masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi Penilai AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik.Selain itu peraturan ini juga mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan pesertujuan izin lingkungan.
Dengan terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL dinayatakan dicabut dan tidak berlaku.
Sejak terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup telah menerbitkan peraturan-peraturan teknisnya. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL. Peraturan ini mencabut Peraturan Menteri sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 yang mengatur tentang hal yang sama.
Peraturan Menteri ini terdiri dari:
1. Batang Tubuh yang terdiri dari 7 Pasal
   * Pasal 1 : Ketentuan Umum
   * Pasal 2 : Penapisan
   * Pasal 3 : Kawasan Lindung
   * Pasal 4 : Penambahan Wajib Amdal
   * Pasal 5 : "Delisting wajib Amdal"
   * Pasal 6 : Pencabutan PermenLH No. 11 Tahun 2006
   * Pasal 7 : Masa Berlaku Permen ini
2. Lampiran I : Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
    Amdal
3. Lampiran II : Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya
    Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Dilengkapi dengan Amdal
4. Lampiran III : Daftar Kawasan Lindung
5. Lampiran IV : Kriteria Penapisan
6. Lampiran V : Ringkasan informasi awal Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan
    dilakukan Penapisan.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27 Tahun 2012) adalah Peraturan Pemerintah yang menggantikan PP No. 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Peraturan ini adalah peraturan turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini mengatur tentang Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan.

RUMUSAN RAPAT KERJA NASIONAL AMDAL TAHUN 2011


Bali Nusa Dua Convention Center, 13-14 Juli 2011

Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMDAL 2011 yang berlangsung selama dua hari (13-14 Juli 2011) bertemakan “25 Tahun Amdal, Awal Pencapaian Mutu Amdal”.
RAKERNAS AMDAL 2011 dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai RPP Amdal, RPP Perizinan Lingkungan, dan rancangan Peraturan MENLH tentang Tata Cara Audit Lingkungan serta pandangan daerah terhadap implementasi kebijakan lisensi komisi penilai AMDAL, sertifikasi dan registrasi penyusun amdal. RAKENAS AMDAL 2011 juga membicarakan pengalaman dan mimpi amdal, serta memaparkan grand strategi amdal dan pengalaman praktek penilaian AMDAL di Belanda.
Dengan memperhatikan pemaparan para narasumber serta diskusi yang berkembang, maka RAKERNAS AMDAL menyimpulkan dan merumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di Indonesia. Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur pendukungnya telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan AMDAL di Indonesia, banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit permasalahan-permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga selama 25 tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di masa depan menjadi lebih baik.
2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem AMDAL Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat ini.
3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki dan disempurnakan.
4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan “pemutihan terakhir” seperti ditegaskan dalam pasal 121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa ‘pemutihan’ ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011 dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH (persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun DELH atau DPLH.
5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.
6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif. Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua pihak terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai AMDAL dan pengambil keputusan serta masyarakat.
8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi, penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting. Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.
10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut dapat efektif dilaksanakan.
Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang baru antara lain:
- Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL;
- Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL;
- Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan penyusunan     AMDAL.

                                   SIARAN PERS RAKERNAS AMDAL TAHUN 2011

                                          KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
25 Tahun Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Denpasar, Bali, 13 Juli 2011 – Menyambut peringatan 25 tahun AMDAL, Menteri Negara Lingkungan Hidup hari ini membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMDAL 2011 dengan tema “25 Tahun AMDAL, Awal Pencapaian Mutu AMDAL” sebagai momentum dan langkah awal bagi semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan mutu pelaksanaan sistem AMDAL di Indonesi. Dalam forum ini Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan 1000 peserta terdiri dari instansi lingkungan hidup di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, instansi sektor terkait, pemrakarsa kegiatan, konsultan penyusun AMDAL, LSM, tokoh masyarakat, dan perguruan tinggi.
Kebijakan AMDAL di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1986 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Sejak tahun 1986 hingga saat ini telah terjadi 2 kali revisi terhadap peraturan AMDAL, melalui PP 51 Tahun 1993 dan PP 27 Tahun 1999, namun kualitas dokumen AMDAL tidak mengalami perbaikan yang signifikan selama perubahan kebijakan tersebut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS, mengatakan “ke depan AMDAL harus menjadi instrumen yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia”.
Beberapa langkah ke depan yang harus dikaji, dirumuskan dan dilakukan bersama antara lain adalah (1) Merumuskan dan menerapkan hubungan antara AMDAL dengan instrumen lingkungan lainnya yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009. Efektivitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan meliputi tata ruang, KLHS, pengawasan, penegakan hukum; (2) Mengembangan sistem AMDAL yang dapat mendorong efisiensi usaha/kegiatan, AMDAL juga dapat menjadi perangkat untuk meningkatkan keunggulan kompetetif dan mendorong berkembangnya Investasi hijau yang menguntungkan; (3) Merumuskan dan menyusun daftar kegiatan wajib AMDAL yang proporsional dan selektif; (4) Merumuskan Kebijakan-kebijakan AMDAL yang jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang beragam serta dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pengembangan berbagai metodologi AMDAL; (5) Mengembangan sistem informasi AMDAL yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sehingga dapat membantu penyelenggaraan proses data dan informasi AMDAL secara lebih efektif, efisien serta mudah diakses; (6) Melakukan stream-lining proses penilaian AMDAL sehingga dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur; (7) Peningkatan kapasitas pelaksanaan sistem AMDAL. Perlu dikembangkan kerjasama antara KLH, Provinsi dan PSL/PPLH serta lembaga donor, komisi penilai AMDAL, para pengambil keputusan, para penyusun AMDAL, pemraksarsa kegiatan, pakar/tenaga ahli serta masyarakat luas di daerah; (8) Mengembangkan komisi amdal independen dan profesional yang dapat menilai dokumen AMDAL secara ilmiah dari segi substansinya serta dapat menghasilkan rekomendasi yang obyektif.
Melalui forum ini para pihak terkait AMDAL dapat mengevaluasi dan mengambil pembelajaran dari perjalanan AMDAL selama 25 tahun serta kemudian merumuskan langkah-langkah yang kongkrit, jelas dan terukur untuk dapat menjadikan AMDAL sebagai perangkat yang mendukung green economy dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Peraturan yang terkait dengan AMDAL-ADKL
Dasar hukum pelaksanaan ADKL :
a) Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b) Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
d) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 17 Tahun 2001 Tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
e) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor ; KEP-124/12/1997 tanggal 29 Desember 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal 15 Agustus 1997 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
g) dan peraturan-perundangan lainnya sesuai dengan jenis usaha dan atau kegiatan yang menjadi subyek studi AMDAL / ADKL.
Contoh landasan hukum yang berlaku dan terkait ANDAL PT. WPLI Serang (B3)
a) Undang-Undang (UU)
b) Peraturan Pemerintah (PP)
c) Keputusan Menteri, Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri
d) Keputusan Kepala BAPEDAL
e) Peraturan Daerah

Undang-undang
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan.
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pemerintah Provinsi Banten.
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah (PP)
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-Lintas Jalan.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Keputusan Menteri
1) Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya dan Beracun.
2) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Industri.
3) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993.
4) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66 Tahun 1993 tentang Persyaratan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal.
5) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor km 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
8) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
10) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja.
11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.
12) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
13) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
14) Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 876 MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis ADKL.
15) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan RKL RPL.

Peraturan Menteri
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 1990 tentang Pengendalian Mutu Air dan Sumber-Sumber Air.
2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industr
5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal.
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
7) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara.
9) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah
Surat Edaran Menteri dan Dirjen
1) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.

2) Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.752/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pedoman Teknis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan di Jalan.

Keputusan Kepala BAPEDAL

1) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.

2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3)
4) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Peralatan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
6) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 124 Tahun 1996 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
10) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
11) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
12) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 02/BAPEDAL/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengolahan Limbah B3.
13) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 03/BAPEDAL/1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3. ( Kendali )
14) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 04/BAPEDAL/1998 tentang Penetapan Prioritas Daerah Tingkat I Program Kendali B3.
15) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
16) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Daerah
1) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pengendalian Limbah.
2) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Provinsi Banten.
3) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 08 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pembuangan Limbah.
4) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 09 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2002-2012.
5) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 36 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten.
6) Keputusan Bupati Serang Nomor 52 Tahun 2001 tentang Tata Cara Permohonan Izin Pembuangan Limbah
.















  BAB III
PENUTUP
      A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan mengai AMDAL di atas ialah :
1.      Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
      2.   Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
         Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
         Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
         masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
      3.   Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
         Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
          Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
      B.     Saran
saran yang dapat kami berikan ialah, karena dalam penyusunan makalah ini kami hanya belandaskan dari buku-buku atau referensi lain yang berhubungan dalam penyusunan makalah mengenai AMDAL ini, oleh karena itu kami menyarankan di adakannya kunjungan lapangan. Dengan kunjungan lapangan tersebut bermaksud untuk mengetahui secara langsung tentang AMDAL tersebut serta penyusunannya.





DAFTAR PUSTAKA

Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Liberty Offset. Yogyakarta
Tosepu, Ramadhan, 2007. Kesehatan Lingkungan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas MIPA UNHALU. Kendari
Wardhana, AW, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta