MAKALAH
DI
INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA : Muhammad Candra Sadam
KELAS :
3 IC 01
NPM :
24410652
DOSEN : Dr.TRI MULYANTO,ST.MT
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
DEPOK
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia,
Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia
di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi
pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan
berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga
dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kecelakaan Kerja adalah
sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan
kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan
kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi
karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan.
Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban
dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran
tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan
dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang
lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap
pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat
keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan
bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena
itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi
begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang
tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari
teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat
atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian
dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang
kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu
dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak
mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang
kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan
menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin
mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan
lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena
mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.
Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas
maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
1. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan
hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang
cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan
kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari
situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang
diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas
pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya.
Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang
signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu
kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager
untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak
membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari
sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
2. Masalah
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak
serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
3. Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
Di abad ke-21 ini semua bangsa
tidak dapat lepas dari proses industrialisasi. Indikator keberhasilan dunia
industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja yang produktif, sehat dan
berkualitas. Kita ambil contoh industri bidang konstruksi, yang merupakan
kegiatan di lapangan, memiliki fenomena kompleks yang menyangkut perilaku dan
manajemen keselamatan. Di dalam industri konstruksi terjadinya kecelakaan berat
lima kali lipat dibandingkan industri berbasis manufaktur.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung.
Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis.
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung.
Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis.
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi
dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
5. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
- Sebelum Revolusi Industri :
Kecelakaan itu terjadi
karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha secara
rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.
- Zaman Revolusi Industri tahun 1931 :
Herbert W Heinrich
memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau yang dikenal
dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa sebagian besar
kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan
lain tindakan tidak aman dari manusia.
a)
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai
banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering
mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat
teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan
kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga
malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat,
akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang
turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi
pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan
kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan stres.
Lingkungan
Kerja
Lingkungan kerja
bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
c)
Sebab – Sebab Kecelakaan
Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan
tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan kerja unsur-unsur
penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
- Manusia.
- Manajemen ( unsur pengatur ).
- Material ( bahan-bahan ).
- Mesin ( peralatan ).
- Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu
sistem tersendiri. Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan
menimbulkan kecelakaan / kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan
unsur 5M tersebut.:
- Unsur Manusia, antara lain :
» Tidak adanya unsur keharmonisan antar
tenaga kerja maupun dengan pimpinan.
» Kurangya pengetahuan / keterampilan.
» ketidakmampuan fisik / mental.
» Kurangnya motivasi.
- Unsur Manajemen, antara lain :
» Kurang pengawasan.
» Struktur organisasi yang tidak jelas dan
kurang tepat.
» Kesalahan prosedur operasi.
» Kesalahan pembinaan pekerja.
- Unsur Material, antara lain :
» Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
» Adanya bahan yang mengandung korosif.
- Unsur Mesin, antara lain :
» Cacat pada waktu proses pembuatan.
» Kerusakan karena pengolahan.
» Kesalahan perencanaan.
- Unsur Medan, antara lain :
» Penerangan tidak tepat ( silau atau
gelap ).
» Ventilasi buruk dan housekeeping yang
jelek.
e) Pencegah
Kecelakaan
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan
terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M, yang dapat dikelompokan
menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu :
Manusia, Perangkat keras dan Perangkat
lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian
kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut,
yaitu :
- Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a.
Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara
bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b.
Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan
pekerjaannya.
c.
Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan
keperluan perusahaan.
d.
Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e.
Pengawasan dan disiplin yang wajar.
- Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
- Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
- Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
- Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
- Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
- Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
- Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level manajemen, antara lain :
a. Penyebaran,
pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b. Penentuan
struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c. Penentuan
pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi sistem/prosedur kerja yang benar.
d. Pembuatan
sistem pengendalian bahaya.
e. Perencanaan
sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu.
f. Penggunaan
standard/code yang dapat diandalkan.
g. Pembuatan
sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
h.
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan,
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan
S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus
seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan
jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan
atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan
dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan
sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga
dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat
berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan
sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan
sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan
peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap
pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan
kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh
terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi,
menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan
informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus
memperhatikan semua faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan
S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti
Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis
tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau
keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan
dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan
terdiri dari :
a.
Perawat
b.
Perawat Gigi
c.
Bidan
d.
Fisioterapis
e.
Refraksionis Optisien
f.
Radiographer
g.
Apoteker
h.
Asisten Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k.
Dokter Gigi
l.
Dokter Spesialis
m.
Dokter Gigi Spesialis
n.
Akupunkturis
o.
Terapis Wicara dan
p.
Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani
Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara
maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari
bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan
keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita
harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri
kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut
rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi
apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga
kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan
global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah
sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap
kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam
pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada
penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi
bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan
materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah
menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah
yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang
professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU
No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok
meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
pencegahan lebih baik daripada penanggulangan. Dengan kita
mengerti tentang penyebab, akan meminimalisir adanya akibat. Dengan mengutamakan
BERDO’A kepada ALLAH SWT kita juga wajib berikhtiar. Beberapa hal yg harus di
ketauhi antara lain sbb:
1. Peraturan-peraturan
yaitu ketentuan-ketentuan yg diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya,
PERENCANAAN, KONSTRUKSI, PERALATAN dan PEMELIHARAAN, PENGAWASAN, PENGUJIAN dan
cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan
supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.
2. STANDARISASI.
Yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai
misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis
peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan hygiene umum atau
alat-alat perlindungan diri.
3. PENGAWASAN.
Yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yg
diwajibkan.
4. PENELITIAN
BERSIFAT TEKHNIK. Yang meliputi sifat ciri-ciri bahan-bahan yg berbahaya.
Penyelidikan tentang pagar penaman, pengujian alat-alat perlindungan diri,
penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang
bahan-bahan dan desain paling tepat untuk lambang pengangkat dan peraltan
pengangkat lainnya.
5. RISET MEDIS.
Yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek FISIOLOGIS dan PATOLOGIS
faktor-faktor lindungan dan tekhnologis serta keadaan-keadbn fisik yg
mengakibatkan kecelakaan.
6. PENELITIAN
PSIKOLOGIS. Yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yg menyebabkan
terjadinya kecelakaan.
7. PENELITIAN SECARA
STATISTIK. Untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yg terjadi, banyaknya
mengenai siapa saja dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
8. PENDIDIKAN yg
menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum tehnik sekolah-sekolah
perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
9. LATIHAN-LATIHAN
Yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja yg baru, dalam
keselamatan kerja.
10. PENGGAIRAHAN.
Yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya
dalam bentuk pengurangan premi yg dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
11. USAHA
keselamatan pada tingkat perusahaan, yg merupakan ukuran utama efektif tidaknya
penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi.
Sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada
tingkat kesadaran keselamatan kerja semua pihak yg bersangkutan.
Untuk
pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan
profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli tehnik,
dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistik, guru dan sudah barang tentu pengusaha
dan buruh.
D. Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui
Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan
sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap
pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini,
maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1.
Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Anamnese umumüPemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:
a.
Anamnese pekerjaan
b.
Penyakit yang pernah diderita
c.
Alrergi
d.
Imunisasi yang pernah didapat
e.
Pemeriksaan badan
f.
Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-
Tuberkulin test
-
Psiko test
2. Pemeriksaan
Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan
Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan
pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja
atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan
kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3
diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya
perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan
dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui pencegahan
sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi
pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan
keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit)
suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus
dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh
masyarakat. “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB
KITA BERSAMA “
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto,
Helena dan Syaifullah. Hukum
Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett
N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen
keselamatan dan kesehatan
kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta
:Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan.
Jakarta :Gunung Agung, 1985
1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di
Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.
trimakasih artikelnya bagus, saya dapat terbantu untuk melengkapi projek yang saya buat. saya juga alumni 2011 universitas gunadarma jurusan MI. salam kenal
BalasHapusWah! Lengkap. Bagus, pas untuk referensi tugas. Terima kasihh.
BalasHapusartikel yang sangat bermanfaat
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com
izin copy , terimakasih
BalasHapusIzin copy,terimakasih
BalasHapus