Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN)
Di Susun Oleh :
Nama Npm
M. Candra Sadam
24410652
Rizki M. Faisal 26410139
Zantio P 28410828
Asep M. Nawawi 21410172
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
JURUSAN
TEKNIK MESIN
DEPOK
2012
Bab I
PENDAHULUAN
Masyarakat
pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di
Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut
sehingga pengaruhnya masih dapatdirasakan sampai sekarang. Di samping
sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lamaorang telah memikirkan
bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraanumat manusia.
Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah
dipergunakansecara luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri,
kesehatan, pertanian,peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat
kedokteran, pengawetan bahan makanan,bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik
nuklir untuk non energi. Salah satupemanfaatan teknik nuklir dalam bidang
energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkansecara besar-besaran dalam
bentuk Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaganuklir digunakan
untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman dan
tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan
tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersialsejak tahun
1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unitPLTN
air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya
5Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor
(GCR +Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe. Pada tahun 1997 di seluruh
dunia baik dinegara maju maupun negara sedang berkembang telah dioperasikan
sebanyak 443 unit PLTNyang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 %
dari pasokan tenaga listrik duniadengan total pembangkitan dayanya mencapai
351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang dalamtahap
kontruksi di 18 negara.
Bab II
PEMBAHASAN
Definisi PLTN
Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal dimana
panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit
listrik.PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja
dengan baik ketikadaya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor
dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan
per unit pembangkit berkisar dari 40MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang
dibangun pada tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe. Hingga tahun 2005
terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan 441diantaranya beroperasi di 31
negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai17% daya listrik
dunia.
Proses
Pembangkitan Listrik oleh PLTN
Cara Kerja PLTN
Proses
kerja PLTN hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik lain seperti
PLTU. Yang membedakannya hanya sumber panas yang digunakan. PLTN mendapatkan
sumber panas dari reaksi nuklir, sedangkan PLTU mendapatkan sumber panas dari
pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara atau minyak bumi.
Reaksi fisi
Reaksi
nuklir ini terjadi di dalam reaktor nuklir. Reaktor dirancang untuk memproduksi
energi listrik melalui PLTN, dan hanya memanfaatkan energi panas yang timbul
dari reaksi fisi. Sedangkan kelebihan neutron dalam teras reaktor akan
dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas
hasil fisi, reaktor tersebut dirancang berdaya termal tinggi dari orde ratusan
hingga ribuan MW. Terdapat dua jenis reaktor fisi nuklir, antara lain :
1. thermal reactor powerplant;
2.
fast-breeder-reactor powerplan.
Pada
reaktor termal untuk pembangkit komersial terdapat empat jenis reaktor, antara
lain :
1. Pressurized-water-reactor
(PWR);
2. Boiling
Water Reactor (BWR);
3. Gas
Cooled Reactor (GCR);
4.
Pressurized Heavy Water Reactor (PHWR).
Berikut ini adalah beberapa contoh
skema proses reaktor termal untuk PWR dan BWR :
Pressurized-water-reactor
(PWR)
Boiling Water Reactor (BWR)
Secara
singkat, proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik
di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
-
Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga melepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar
-
Panas dari hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, dapat berupa pendingin primer maupun sekunder, bergantung pada tipe
reakor nuklir yang digunakan.
-
Uap air yang dihasilkan ini dipakai untuk memutar turbin sehingga menghasilkan
energi kinetik
-
Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator
sehingga menghasilkan arus listrik.
PLTN di Indonesia
Sampai
saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN), sehingga belum ada sebuah pun PLTN yang dapat dioperasikan untuk
mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di
Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup berkembang
dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal ini menunjukkan bahwa
energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi tinggi,
berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan
sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan
Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
Berdasarkan
statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN yang beroperasi di seluruh
dunia dengan kapasitas total sekitar 360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas
28.087 MWe sedang dalam tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk
dibangun ada 25 dengan kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan
dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Memang di negara maju
tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini tidak berarti proporsi listrik dari PLTN
akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN telah mendapatkan lisensi perpanjangan
untuk dapat beroperasi hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada
lisensi awalnya.
Di
Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai
pada tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang
diselenggarakan di beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun
demikian ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972 bersamaan
dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik
(Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah seminar
di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan Departemen PUTL,
dimana salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan di
Indonesia. Pada saat itu juga sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa
untuk digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang
potensial untuk pembangunan PLTN.
Semenanjung Muria, Jawa Tengah
Pada
perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang beberapa
lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi
yang paling ideal dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN
yang pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi kelayakan
tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah
Itali, meskipun demikian, rencana pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa
ditunda, untuk menunggu penyelesaian pembangunan dan pengoperasian reaktor
riset serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di
Puspiptek Serpong.
Pada
tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan pembaharuan studi
yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency
(IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International,
Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan Pemerintah Itali
melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan dan kemampuan analitis
yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama tersebut sampai saat ini
masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan energi nuklir
di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.
Pada
tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi Nasional
(BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif termasuk
investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria
Jawa-Tengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah koordinasi
BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE), Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, dan dilakukan bersama-sama oleh beberapa instansi lain di
Indonesia.
Pada bulan Agustus tahun 1991,
sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc.
Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan
pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi
kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN
dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja
ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan
evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria.
Pada
2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan baik pada
tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik sudah
berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya.
Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung
Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3) dilakukan
dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan konfirmasi
apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar
internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun
1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat
diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak
di Semanjung Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d 900
MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian dioperasikan sekitar tahun
2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Pada
tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan yang
mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan “Bid
Invitation Specification” (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak
PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa
kegiatan yang mendukung aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan
mengembangkan penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain
penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir
dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama internasional dalam
bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat
krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang layak dan
perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand) dan
penyediaan (supply) energi khususnya kelistrikan di Indonesia.
Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan kelistrikan nasional jangka panjang
“Comprehensive Assessment of Different Energy Resources for Electricity
Generation in Indonesia” (CADES) yang dilakukan dan diselesaikan
pada tahun 2002 oleh sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.
Hasil
studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia diproyeksikan
meningkat di masa yang akan datang. Kebutuhan energi final (akhir) akan
meningkat dengan pertumbuhan 3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146
Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat
dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000.
Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas
pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi
semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025.
Jumlah kapasitas pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan
listrik Jawa-Madura-Bali (Jamali). Dari berbagai jenis energi yang tersedia
untuk pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan
keekonomiannya, maka energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna
pembangkitan energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara
akan muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk
wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis energi yang
lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru dan terbarukan
lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang sekitar 5-6% pada tahun
2025.
Mengingat
situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik nasional di masa
mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam
perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang
diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya
listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan tersebut di atas
maka diharapkan pernyataan dari semua pihak yang terkait dengan pembangunan
energi nasional bahwa penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah diperlukan,
dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)
sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara komersial pada
sekitar tahun 2016.
BATAN
sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah
terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional,
dalam mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya dalam
rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut adalah studi dan
kajian aspek energi, teknologi, keselamatan, ekonomi, lingkungan hidup,
sosial-budaya, dan manajemen yang tertuang dalam bentuk rencana stratejik
2006-2010 tentang persiapan pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Pandangan Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia
Seiring
dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di Indonesia, timbul pro dan kontra
dalam masyarakat mengenai hal ini. Sebagian yang kontra meninjau ari sisi
sosio-kultural, politik, ekonomi, dan lingkungan dengan sedikit porsi tinjauan
teknis, sedangkan pihak yang pro melihat dari sisi teknis dan implementasi
pembangunannya semata dan dianggap kurang mengakomodasi
pertimbangan-pertimbangan sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Oleh karena
itu, ada kesenjangan informasi yang perlu dipertemukan antara yang dilantukan
oleh pihak yang pro maupun dan yang kontra. Sedikitnya porsi teknis yang
dilantunkan pihak kontra sangat wajar karena latar belakang pengetahuan mereka
tentang PLTN masih minim. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi pihak pro untuk
menyajikan secara benar dan objektif dari sisi sosio-kultural, politik,
ekonomi, dan lingkungan dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat
mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara
garis besar, masyarakat yang kurang senang akan kehadiran PLTN dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu masyarakat awam, bagi mereka nuklir menimbulkan
rasa takut karena kurang paham terhadap sifat-sifat nuklir tersebut. Yang
termasuk kelompok ini antara lain : budayawan, politikus, tokoh keagamaan dan
beberapa anggota musyawarah umum lainnya. Kedua adalah masyarakat yang sedikit
pahamnya tentang nuklir. Mereka menyangsikan kemampuan orang Indonesia dalam
mengoperasikan PLTN dengan aman, termasuk pengambilan limbah radioaktif yang
timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa
LSM dan kalangan akademis. Ketiga adalah kelompok masyarakat yang cukup paham
tentang nuklir tetapi mereka menolak kehadiran PLTN karena mereka melihat PLTN
dari kacamata berbeda sehingga keluar argument-argumen yang berbeda pula.
Termasuk dalam kelompok ini adalahh beberapa pejabat dan mantan pejabat
pemerintah yang pernah berhubungan dengan masalah keenergian, kelistrikan, dan
penukliran.
Jenis-jenis PLTN
PLTN
dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Tetapi ada juga
PLTNyang menerapkan unit-unit independen, dan hal ini bisa menggunakan jenis
reaktor yangberbeda. Sebagai tambahan, beberapa jenis reaktor berikut ini, di
masa depan diharapkanmempunyai sistem
keamanan pasif.
ü Reaktor
Fisi
Reaktor daya
fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop fissiluranium
dan plutonium.
Selanjutnya reaktor daya fisi
dikelompokkan lagi menjadi:
- Reaktor thermal menggunakan
moderator neutron untuk melambatkan atau me- moderate neutron sehingga mereka dapat menghasilkan
reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi
mempunyai energi yang tinggi atau dalamkeadaan cepat, dan harus diturunkan
energinya atau di lambatkan (dibua thermal)
olehmoderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi berantai. Hal
ini berkaitandengan jenis bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang
lebih memilih neutron lambat ketimbang neutron cepat untuk melakukan
reaksi fissi.
- Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai
tanpa memerlukan moderator neutron. Karena reaktor cepat menggunkan
jenis bahan bakar yang berbeda denganreaktor thermal, neutron yang
dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu dilambatkan gunamenjamin reaksi
fissi tetap berlangsung. Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermalmenggunakan
neutron thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron cepat dalamproses reaksi fissi masing-masing.
- Reaktor sub kritis menggunakan sumber neutron luar
ketimbang menggunakan reaksiberantai untuk menghasilkan reaksi fissi.
Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsepteori saja, dan tidak ada purwarupa
yang diusulkan atau dibangun untuk menghasilkan listrik, meskipun beberapa
laboratorium mendemonstrasikan dan beberapa ujikelayakan sudah
dilaksanakan.
§ Reaktor
thermal
§ Light water
reactor (LWR)
o
- Boiling water reactor (WR)
- Pressurized water reactor (PWR)
- SSTAR, a sealed, reaktor untuk jaringan kecil,
mirip PWR
- Moderator Grafit:
o
- Magnox
- Advanced gas-cooled reactor (AGR)
- High temperature gas cooled reactor (HTGR)
- RBMK
- Pebble bed reactor (PBMR)
§ Moderator Air
berat:
o SGHWR
o CANDU
Reaktor cepat
Meski reaktor
nuklir generasi awal berjenis reaktor cepat, tetapi perkembangan
reaktor nuklir jenis ini kalah dibandingkan dengan reaktor thermal.
Keuntungan
reaktor cepat diantaranya adalah siklus bahan bakar nuklir yangdimilikinya
dapat menggunakan semua uranium yang terdapat dalam urainum alam, dan jugadapat
mentransmutasikan radioisotop yang tergantung di dalam limbahnya menjadi
material luruh cepat. Dengan alasan ini, sebenarnya reaktor cepat secara
inheren lebih menjaminkelangsungan ketersedian energi ketimbang reaktor
thermal. Lihat juga reaktor fast breeder.Karena sebagian besar reaktor cepat
digunakan untuk menghasilkan plutonium, maka reaktor jenis ini terkait
erat dengan proliferasi nuklir.
Lebih dari 20 purwarupa
(prototype) reaktor cepat sudah dibangun di Amerika Serikat,Inggris, Uni
Sovyet, Perancis, Jerman, Jepang, India, dan hingga 2004 1 unit reaktor sedangdibangun di China. Berikut beberapa
reaktor cepat di dunia:
- EBR-I, 0.2 MWe,
AS, 1951-1964.
- Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, Inggris, 1958-1977.
- Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94
MWe, AS, 1963-1972.
- EBR-II, 20 MWe, AS, 1963-1994.
- Phénix, 250 MWe, Perancis, 1973-sekarang.
- BN-350, 150 MWe
plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000.
- Prototype Fast Reactor, 250 MWe, Inggris, 1974-1994.
- BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-sekarang.
- Superphénix, 1200 MWe, Perancis, 1985-1996.
- FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-sekarang.
- Monju, 300 MWe, Jepang, 1994-sekarang.
- PFBR, 500 MWe, India, 1998-sekarang.
Daya listrik
yang ditampilkan adalah daya listrik maksimum, tanggal yang ditampilkan
adalahtanggal ketika reaktor mencapai kritis pertama kali, dan ketika reaktor
kritis untuk teakhir kalibila reaktor tersebut sudah di dekomisi
(decommissioned).
ü Reaktor
Fusi
Fusi nuklir
menawarkan listrik. Hal ini masihmenjadi
bidang penelitian aktif dengan skala besar seperti dapat dilihat di JET, ITER,
dan Zmachine
e. Keselamatan
Nuklir
Berbagai usaha
pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para
pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjaminagar
radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik
selamaoperasi maupun jika terjadi kecelakaan. Tindakan protektif dilakukan untuk
menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman setiap waktu jika
diinginkan dan dapat tetapdipertahanan
dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untuk inipanas
peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat
menimbulkanbahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor. Keselamatan terpasang
dirancang berdasarkansifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron
yangtidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan
bertambah, sehinggareaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan
juga berkurang. Sifat ini akanmenjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak
walaupun sistem kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda
PLTN mempunyai
sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehinggakemungkinan terjadi
kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya sangat kecil. Sebagaicontoh, zat
radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian
besar (> 99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagaipenghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi
kecelakaan, kelongsongan bahanbakar akan berperan sebagai penghalang kedua
untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan.
Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalamkelongsongan, masih ada
penghalang ketiga yaitu sistem pendingin.
Lepas dari sistempendingin, masih ada penghalang keempat berupa
bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal± 20 cm. Penghalang kelima adalah
perisai beton dengan tebal 1,5-2 m. Bila zat radioaktif itumasih ada
yang lolos dari
perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistempengungkung yang
terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang
kedapudara. Jadi selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif
benar-benar tersimpandalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun
masih ada zat radioaktif yangterlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil
sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah
pertahanan berlapis ( defence indepth). Pertahanan berlapis ini meliputi :
lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang,dibangun dan dioperasikan sesuai
dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi danteknologi mutakhir;
lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistempengaman/keselamatan yang
digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-aibat darikecelakaan yang mungkin
dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan ketiga,PLTN dilengkapi
dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan dapat terjadipada
suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya
sedemikiansehingga tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi PLTN.
Faktor Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan
Faktor pokok kedua dari
perbandingan ini adalah tentang polusi yang dihasilkan oleh masing-masing
pembangkit listrik. Dari data yang ada, pencemaran udara dari batubara adalah
jauh lebih besar daripada bahan bakar nuklir, terutama asap dari hasil
pembakaran batubara dalam tungku PLTU. Meskipun berdasarka Undang-Undang No.
23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap PLTU baru diwajibkan untuk
memakai "scrubbers" (flue-gas desulphurizer) untuk mengurangi kadar
polutan yang dikeluarkannya, PLTU tetap memegang peranan penting datam
pencemaran udara secara keseluruhan. Adapun beberapa polutan utama yang
dihasilkan dari PLTU adalah sebagai berikut:
·
gas
SOx yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit
pernafasan.
·
gas
NOx, yang bersama dengan gas SOx adalah penyebab dari fenomena "hujan
asam" yang terjadi di banyak negara maju dan berkembang, terutama yang
menggantungkan produksi listriknya dari PLTB. Fenomena ini diperkirakan membawa
dampak buruk bagi industri peternakan dan pertanian.
·
gas
COx yang membentuk lapisan yang menyelubungi permukaan bumi dan menimbulkan
efek rumah kaca ("green-house effect") yang pada akhirnya menyebabkan
pergeseran cuaca yang telah terbukti di beberapa bagian dunia.
·
partikel-partikel
debu selain mengadung unsur-unsur radioaktif juga berbahaya bagi kesehatan jika
sampai terhirup masuk ke dalam paru-paru.
·
logam-logam
berat seperti Pb,Hg,Ar,Ni,Se dan lain-lain, yang terbukti terdapat dengan kadar
jauh di atas normal di sekitar PLTU.
Sebagai kondensator
dari sikius uap air primer, kedua jenis pembangkit listrik di atas memanfaatkan
air dari sumber yang berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu polusi air
yang disebabkan oleh masing-masing kurang lebih berimbang untuk ukuran
generator yang sama. Sebuah PLTN rata-rata beroperasi dengan efisiensi panas
33% (40% untuk PLTU). Jadi kurang lebih dua pertiga dari panas yang dihasilkan
oleh bahan bakar terpaksa dilepas ke lingkungan meialui sikius pendingin. Untuk
sebuah PLT (nuktir atau batubara) dengan ukuran 1.000 MWe yang beroperasi
dengan efesiensi 35%, dihasilkan sekitar 1.860 MW sisa panas. Jika air diambil
dengan debit 100 m3/s, maka air yang keluar dari sikius sekunder ini akan
mengalami kenaikan suhu sekitar 4,5oC, suatu angka yang cukup untuk menggangu
kesetimbangan ekosistim dari organisms yang hidup di sumber air tersebut.
Dampak ini akan bertambah lagi dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni air yang
dicampurkan sebelum air tersebut masuk ke sikius pendingin.
Bertentangan dengan anggapan umum, radiasi
sinar-sinar radioaktif (selanjutnya akan disebut radiasi) bukanlah sumber utama
polusi pada PLTN. Malah terbukti bahwa secara rata-rata untuk seorang yang
tinggal sampai 1 km dari sebuah reaktor nuklir, dosis radiasi yang diterimanya
dari bahan-bahan yang dipakai di reaktor tersebut adalah kurang dari 10% dari
dosis radiasi alam (dari batuan radioaktif alami, sinar kosmis, sinar-sinar
radioaktif untuk maksud-maksud medis) .
Kalau untuk tambang-tambang batubara dikenal
istilah "black lung", dimana partikel batubara yang terh-irup oleh
para pekerja tambang mengendap di paru-paru dan menimbulkan berbagai macam
gangguan kesehatan, para pekerja di tambang Uranium (bahan utama untuk bahan
bakar PLTN) terutama terkena radiasi dari Carbon 14 (C-14) dan gas Radon yang
terpancar dari Uranium alam. Dari data statistik didapat bahwa kedua jenis
radiasi ini menelan korban jiwa kurang lebih 1 orang tiap 20 juta MWH listrik
yang dihasilkan PLTN per tahun. Tetapi karena kedua unsur tersebut mempunyai
waktu paruh yang sangat besar, dampaknya akan terus terasa untuk masa-masa yang
akan datang. Salah satu pencegahan adalah dengan menempatkan sisa-sisa Uranium
tambang di bawah permukaan tanah dimana radiasinya akan ditahan oleh dinding lapisan
penyekat khusus, tetapi karena praktek ini juga dilakukan untuk sisa Uranium
yang telah tidak mengandung C-14 dan Radon, pada dasarnya belum ada tindakan
khusus yang dicanangkan untuk penangangan bahaya dari kedua unsur ini.
Perlu disimak bahwa masalah radiasi bukan
semata-mata berlaku untuk PLTN. Misainya untuk kapasitas 1.000MWe, PLTN
menghasilkan 50kCi radiasi yang sebagian besar berasal dari gas Xenon dan
Krypton sementara PLTU akan mengeluarkan 2Ci radiasi yang keluar dari cerobong
asapnya. Meskipun jumlahnya jauh lebih kecil, radiasi dari PLTU mempunyai
dampak kesehatan yang lebih besar karena kalau abu tersebut terhisap akan
menetap di paru-paru, sumsum tulang atau jaringan yang lain dan merupakan
ancaman yang kontinyu sementara radiasi PLTN lebih berupa sinar yang menembus
tubuh dan tidak menetap. Pada kedua kasus ini, radiasi yang dihasilkannya masih
berada jauh dibawah limit masing-masing.
Faktor Keamanan
Salah satu sumber
ketidakpastian masyarakat tentang PLTN disebabkan oleh adanya kemungkinan
kegagalan sistim yang mengakibatkan bencana pada PLTN, seperti yang terjadi di
TMI dan Chernobyl. Karakterisitik bencana pada PLTN dapat didefinisikan sebagai
insiden dengan "low probability, high consequences'. Suatu bencana disebut
katastrofi jika mengakibatkan sedikitnya 3.000 korban jiwa atau 45.000 orang
cedera; maka probabilitas terjadinya katastrofi adalah sangat kecil, yaitu 1
tiap 107 tahun. Disamping katastrofi, insiden-insiden dalam skala lebih kecil
yang terjadi di PLTN diperkirakan mengakibatkan kurang lebih 2 korban jiwa tiap
20 juta MWh per tahun listrik dari kanker, tumor, penyakit genetik dan
lain-lainnya. Karena pada PLTU angka korban insiden ini sedemikian kecilnya
sehingga dapat diabaikan, faktor ini dapat dijadikan satu pertimbangan dalam
memilih jenis Pembangkit Tenaga Listrik untuk sumber listrik kita di masa
depan. Menjajagi segi keamanan (safety) dari kedua pilihan ini terhadap
kemungkinan kecelakaan, terlihat bahwa sebagian besar risiko ditemui pada saat
penambangan bahan bakar tersebut. Di AS, sejauh ini teknologi PLTU telah
menelan 1.300 korban jiwa dan 40.000 orang cedera sementara untuk PLTN 5.000
orang cedera dan kurang dari 100 korban jiwa
Limbah nuklir sampai saat ini tetap menjadi
sumber utama kecemasan masyarakat banyak tentang PLTN. Sebuah PLTN dengan
kapasitas 1.000 MWe membutuhkan sekitar 1 metrik ton bahan bakar dan menghalkan
limbah sebanyak kira-kira 70 liter per hari. Sampai tahun 1980, AS telah
menghasilkan 36 juta ton limbah dengan radiasi rendah dan 8.300 ton limbah
dengan radiasi tinggi. Jumlah ini sebenarnya menghasilkan dampak radiologis
yang setingkat dengan ratusan juta ton sampah yang dihasilkan oleh PLTU. Hanya
karena konsentrasi radiasi yang tinggi, limbah PLTN membutuhkan suatu
penanganan yang khusus. Selama ini, sisa bahan bakar dengan radiasi tinggi
disimpan sementara di kolam-kolam penampungan sehingga efek radiasi yang
ditimbulkannya dapat diabaikan, tetapi dengan semakin meningkatnya pemakain
PLTN dalam produksi listrik, kebutuhan akan suatu metode penyimpanan permanen
yang tepercaya terasa semakin mendesak. Meskipun sejauh ini belum ada satu cara
yang dapat diterima secara meluas, beberapa metode yang diusulkan meliputi
penyimpanan di tambang garam, lapisan granit, dibawah lapisan air tanah atau di
dasar laut. Satu syarat mutlak yang telah dipenuhi oleh lokasi-lokasi ini
terjaminnya kestabilan geologis untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk PLTN, satu tambahan pertimbangan adalah
adanya ancaman terorisme, meskipun sampai sekarang belum ada realisasinya.
Meskipun menurut para ahli penggelapan Plutonium untuk pembuatan bom nuklir
sederhana lebih merupakan fiksi daripada kenyataan, hendaknya hal ini
diperhitungkan juga dalam pemilihan jenis Pembangkit Tenaga Listrik dan
lokasinya di masa mendatang. Tetapi dengan sikap waspada dan hati-hati yang
selama ini dianut dalam lingkup penggunaan bahan nuklir dan fakta bahwa untuk
Indonesia risiko ini adalah lebih kecil daripada di negara-negara lain yang
lebih maju dan liberal, agaknya untuk saat ini hal tersebut hanya akan
merupakan pertimbangan minor saja. q
Sosial/faktor Ekonomi
Secara umum, PLTN dapat
digolongkan sebagai investasi dengan modal tinggi dan biaya tahunan yang rendah
( untuk bahan bakar, operasi dan pemeliharaan) atau disebut "high capital
low annuities investment" sementara PLTU sebaliknya adalah sebuah
investasi dengan " low capital high annuities ". Ini sedikit banyak
dapat dihubungkan dengan perbedaan waktu konstruksi : 5-6 tahun untuk PLTU dan
7-10 tahun untuk PLTN. Oleh karenanya, biaya pembangunan PLTN lebih sensitif
terhadap perubahan desain dan teknologi reaktor, perubahan standar keamanan,
harga bahan baku reaktor dan suku bunga pinjaman dari kapital yang dipakai.
Menurut statistik, pembangunan PLTN cenderung untuk "overbudget",
dari hanya beberapa persen sampai sekitar dua kali lipat perkiraan biaya
semula. Di lain pihak, PLTU lebih sensitif terhadap harga bahan bakar yang
berubah-ubah sesuai dengan pasar yang ada meskipun biaya pembangunan tidak akan
banyak beranjak dari yang semula diperkirakan. Untuk Indonesia, dimana
penyediaan batubara untuk PLTU akan berasal dari perusahaan negara, faktor
perubahan harga ini tidak akan sedrastis yang terjadi di pasar bebas.
Dari beberapa sumber yang dipakai untuk makalah
ini diperoleh angka yang berbeda-beda untuk biaya rata-rata untuk kedua jenis
pembangkit listrik ini, sehingga hanya dapat disimpulkan bahwa pada umumnya,
terutama untuk negara-negara maju di Amerika Utara, Eropa Barat dan Asia, PLTN
tergolong lebih murah dari PLTU untuk kapasitas listrik yang sama. Untuk
negara-negara sedang berkembang yang masih harus mengimpor sebagian besar dari
teknologi pembuatan reaktor tersebut, mungkin didapat angka yang berbeda untuk
biaya pembuatan sebuah reaktor nuklir, tetapi sulit didapat data yang akurat
untuk itu. Maka penulis hanya akan memberikan gambaran tentang angka-angka yang
beriaku di negara-negara maju yang telah kami sebut di atas.
Maksud dari istilah biaya disini adalah rata-rata
pertahun dari seturuh investasi yang dikeluarkan selama masa laik operasinya.
Hanya saja untuk masa-masa mendatang harga sebuah PLTN akan mengalami tingkat
kenaikan yang lebih tinggi daripada PLTU, terutama karena terdapatnya biaya
de-commissioning (penutupan sebuah lokasi PLTN) yang tinggi. Oleh karena itu
pada permulaan abad ke 21 nanti keduanya tidak akan berbeda jauh. Walaupun
demikian harga PLTN tetap di bawah PLTU. Satu referensi mengungkapkan bahwa
rendahnya harga PLTN tersebut dimungkinkan oleh adanya subsidi dari pemerintah
setempat untuk memacu penggunaan teknologi baru ini. Tanpa subsidi tersebut,
biaya sebuah PLTN mencapai 30-100% lebih mahal daripada PLTU. Tetapi teknologi
maju yang didapat bisa dijadikan justifikasi untuk memilih teknologi tersebut
meskipun dengan biaya yang lebih mahal.
Keuntungan dan Kerugian PLTN
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan
pembangkit daya utama lainnya adalah :
- Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama
operasi normal) - gas rumah kacahanya dikeluarkan ketika Generator Diesel
Darurat dinyalakan dan hanya sedikitmenghasilkan
gas).
Tidak mencemari
udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury,
nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia.
- Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi
normal).
- Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar
yang diperlukan.
- Ketersedian bahan bakar yang melimpah - sekali lagi,
karena sangat sedikit bahanbakar yang
diperlukan.
- Baterai nuklir - (lihat SSTAR).
Berikut
ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN :
- Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir
terbesar adalah kecelakaan Chernobyl(yang tidak mempunyai containment
building).
- Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi
yang dihasilkan dapat bertahan hinggaribuan
tahun.
Daftar pembangkit listrik di Indonesia
Nama
|
Lokasi
|
Kapasitas
|
Jenis
dan jumlah pembangkit
|
||
PLTA total 4
unit 86,6 MW
|
|||||
? PLTA
|
|||||
? PLTG
|
|||||
? PLTG
|
|||||
? PLTP
|
|||||
Garut,
Jawa Barat
|
PLTP
|
||||
Pangalengan, Bandung, Jawa Barat
|
? PLTP
|
||||
Unit III dan IV
|
|||||
Unit I dan II
|
|||||
8 PLTA
|
|||||
2.280 MW
|
|||||
1.200 MW
|
5 PLTU dan 1 PLTGU
|
||||
920 MW
|
2 PLTG dan 3 PLTGU
|
||||
2 x 7 MW
|
1 PLTU
|
||||
Program PLTU 10.000 MW Tahap I
Untuk
mempercepat ketersediaan listrik PLN membuat program untuk membuat 35 PLTU
dengan total tenaga 10.000 MW. Ketiga puluh lima PLTU tersebut tersebar di jawa
dan luar jawa. Untuk Jawa dibangun 10 buah PLTU, rinciannya sebagai
berikut :[1]
No
|
Pembangkit
|
Tempat
|
Kapasitas
|
Keterangan
|
1
|
PLTU 1 Banten
|
Suralaya
|
1 x 625 MW
|
PLTU Batubara seharga US $ 428,794,037
yg menghemat BBM /tahun Rp.4,3 Triliun & menyerap tenaga kerja masa
konstruksi 2.500 orang[2]
|
2
|
PLTU 2 Banten
|
Labuhan
|
2 x 300 MW
|
PLTU Batubara seharga US $
492,940,279 yg menghemat BBM /tahun Rp.4,15 Triliun & menyerap tenaga
kerja masa konstruksi 1.700 orang
|
3
|
PLTU 3 Banten
|
Lontar
|
3 x 315 MW
|
|
4
|
PLTU 1 Jawa Barat
|
Indramayu
|
3 x 330 MW
|
|
5
|
Pelabuhan Ratu
|
3 x 350 MW
|
Terletak di desa Citarik,
kecamatan Palabuhan ratu, Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium Shanghai
Electric Corp Ltd dan Maxima Infrastruktur. Nilai kontraknya US$ 566,984 juta
dan Rp 2,205 triliun [1]
|
|
6
|
PLTU 1 Jawa Tengah
|
Rembang
|
2 x 315 MW
|
PLTU Batubara seharga US $
558.005.559 yg menghemat BBM /tahun Rp.4,15 Triliun & menyerap tenaga
kerja masa konstruksi 1.700 orang
|
7
|
PLTU 2 Jawa Tengah
|
Cilacap
|
1 x 600 MW
|
|
8
|
PLTU 1 Jawa Timur
|
Pacitan
|
2 x 315 MW
|
PLTU Batubara seharga USD.379.469.024,-
(incl. VAT) + Rp. 1.353.549.019.000,- (incl. VAT) proyek ini dikerjakan oleh
konsorsium Dongfang Electric Corp Ltd dan PT Dalle Energy
|
9
|
PLTU 2 Jawa Timur
|
Paiton
|
1 x 660 MW
|
PLTU Batubara seharga US $
466.257.004 yg menghemat BBM /tahun Rp.4,4 Triliun & menyerap tenaga
kerja masa konstruksi 1.700 orang
|
10
|
PLTU 3 Jawa Timur
|
Tj. Awar–Awar Tuban
|
2 x 350 MW
|
|
11
|
PLTU Tanjung Jati B
|
Jepara
|
4 x 661 MW
|
Selengkapnya lihat di
|
Untuk diluar
pulau jawa dan bali dibangun 25 PLTU, rinciannya sebagai berikut :
No
|
Pembangkit
|
Tempat
|
Kapasitas
|
Keterangan
|
1
|
PLTU NAD
|
Meulaboh
|
2 x 100 MW
|
|
2
|
PLTU 2 Sumatera Utara
|
Pangkalan Susu
|
2 x 200 MW
|
|
3
|
PLTU Sumatra Barat
|
Teluk Sirih
|
2 x 100 MW
|
|
4
|
PLTU 3 Bangka Belitung
|
Belitung
|
2 x 25 MW
|
|
5
|
PLTU 4 Bangka Belitung
|
Belitung
|
2 x 15 MW
|
|
6
|
PLTU 1 Riau
|
Bengkalis
|
2 x 10 MW
|
|
7
|
PLTU 2 Riau
|
Selat Panjang
|
2 x 7 MW
|
|
8
|
PLTU Kepulauan Riau
|
Tanjung Balai Karimun
|
2 x 7 MW
|
|
9
|
PLTU Lampung
|
Tarahan Baru
|
2 x 100 MW
|
|
10
|
PLTU 1 Kalimantan Barat
|
Kalimantan Barat
|
2 x 50 MW
|
|
11
|
PLTU 2 Kalimantan Barat
|
Bengkayang
|
2 x 25 MW
|
|
12
|
PLTU 1 Kalimantan Tengah
|
Pulang Pisau
|
2 x 60 MW
|
PLTU Pulang Pisau
|
13
|
PLTU Kalimantan Selatan
|
Asam-Asam
|
2 x 65 MW
|
PLTU Asam-asam unit III dan IV
|
14
|
PLTU 2 Sulawesi Utara
|
Amurang
|
2 x 25 MW
|
|
15
|
PLTU Sulawesi Tenggara
|
Kendari
|
2 x 10 MW
|
|
16
|
PLTU Sulawesi Selatan
|
Barru
|
2 x 50 MW
|
|
17
|
PLTU Gorontalo
|
Gorontalo
|
2 x 25 MW
|
|
18
|
PLTU Maluku
|
Maluku
|
2 x 15 MW
|
|
19
|
PLTU Maluku Utara
|
Tidore
|
2 x 7 MW
|
|
20
|
PLTU 1 NTB
|
Bima
|
2 x 15 MW
|
|
21
|
PLTU 2 NTB
|
Lombok
|
2 x 25 MW
|
|
22
|
PLTU 1 NTT
|
Ende
|
2 x 7 MW
|
|
23
|
PLTU 2 NTT
|
Kupang
|
2 x 15 MW
|
|
24
|
PLTU 1 Papua
|
Papua
|
2 x 7 MW
|
|
25
|
PLTU 2 Papua
|
Jayapura
|
2 x 10 MW
|
Kebutuhan PLTN di Indonesia
Pada
saat ini, kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat namun cadangan sumber
energi utama yang tak terbarukan seperti minyak bumi, gas, dan batu bara
semakin lama semakin menipis. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk
mengembangkan sumber daya energi alternatif seperti contohnya : bio massa,
bio-etanol, biogas, serta sumber daya alam lain yang masih bisa
dimanfaatkan untuk menggantikan fossil fuel seperti : panas bumi, air,
angin, dan panas matahari.
Namun,
masih ada satu energi alternatif lagi yang masih dalam pengembangan di
Indonesia, yaitu energi nuklir. Pemanfaatan energi nuklir dapat meminimalkan
ketergantungan negara dari energi fosil. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir
juga dapat mengurangi masalah pemanasan global yang sedang menjadi perhatian
dunia saat ini. Pada bidang kelistrikan, energi nuklir dapat dipakai pada
sistem pembangkitan listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam
sudut pandang kebutuhan energi listrik di masa sekarang dan akan datang,
sebagian besar masyarakat sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan produksi
energinya yang sering gagal diantisipasi. Selain sebagai sumber penerangan,
listrik mempunyai peranan lain, yaitu sebagai pendorong kemajuan perekonomian
suatu negara. Oleh karena itu, ada suatu hubungan antara konsumsi listrik
dengan keadaan perekonomian suatu masyarakat. Dari beberapa sumber energi yang
ada perlu ditentukan juga beberapa alternatif pilihan yang sudah sering
ditawarkan oleh pemerintah dan banyak dibahas, dikaji, dikomentari oleh para
pakar energi, pakar listrik, maupun masyarakat umum, dan PLTN merupakan salah
satu alternatif untuk mengantisipasi kebutuhan listrik Indonesia yang terus
meningkat tersebut.
Sedangkan
kawasan kawasan Timur Tengah, sebagai kawasan negara sumber penghasil minyak
saat ini kecenderungan untuk memanfaatkan PLTN sebagai opsi pemasok penaga
listriknya. Seperti Uni Arab Emirat langsung merencanakan pembangunan PLTN
empat unit dari sepuluh yang diusulkan. Sedangkan di Eropa khususnya negara
Prancis, seluruh kebutuhan listrik negaranya di suplai dari PLTN.
Bab III.
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir :
- Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan
stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.
- Pada proses kerja dari PLTN hampir sama dengan
proses kerja dari PembangkitListrik
Konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah sumber panas yangdigunakan.
Pada PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir.
- PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang
digunakan, yaitu reaktor fisi danreaktor fusi.
- Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi
fisi nuklir dari isotop fissiluranium dan plutonium. Reaktor daya fisi
dibagi menjadi : reaktor thermal, reaktor cepat dan reaktor
subkritis.
- Reaktor daya fusi menawarkan kemungkinan pelepasan
energi yang besar denganhanya sedikit limbah radioaktif yang dihasilkan
serta dengan tingkat keamanan yanglebih
baik.
- Beberapa usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan
PLTN diantaranya denganpenghalang ganda dan pertahanan berlapis.
- PLTN memiliki keuntungan dan kerugian dalam
pelaksanaannya, diantara beberapakeuntungan salah satunya adalah Tidak
menghasilkan emisi gas rumah kaca (selamaoperasi normal) gas rumah kaca
hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya
sedikit menghasilkan gas. Dan salah satu kerugiannya adalah Risiko
kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan
Chernobyl(yang tidak mempunyai containment building).
DAFTAR
PUSTAKA
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Opsi Nuklir Dalam Kebijakan Energi Nasional.
ITB : 2009.
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Kelompok Keahlian Konversi Energi, ITB : 2009
www.batan.go.id
NN. Pemanfaatan
PLTN sebagai Pembangkit Listrik Indonesia.
(Sumber: Andang Nugroho dan Hindro Mujianto - Permias)
Ir. Nanan Tribuana, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Ketenagalistrikan Ditjen LPE
Ir. Nanan Tribuana, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Ketenagalistrikan Ditjen LPE
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar