PERATURAN
TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
AMDAL
NAMA : MUHAMMAD CANDRA SADAM
KELAS : 3IC01
NPM : 24410652
Dosen : RAMON TRISNO
UNIVERSITAS GUNADRAMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK MESIN
DEPOK
2012
PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan
pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan
generasi penerusnya. Selaku warga masyarakat, warga bangsa dan negara,secara
berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang selalu
berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara dan
hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita
kehidupan yang mengglobal yang digambarka sebagai perubahan kehidupan yang
penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan. Dengan adanya peraturan perundang
- undangan dalam kehidupan kita menjadi lingkungan ilmiah yang aman tertib dan sejahtera. Peraturan perundang-undangan merupakan suatu bentuk kebijakan tertulis
yang bersifat pengaturan Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu,
dalam segala aspek kegiatan selalu didasarkan pada hukum yang berlaku. Aturan
hukum merupakan peraturan perundang - undangan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan baik. Itu semua akan berjalan dengan sempurna apabila peraturan
perundang
- undangan ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh
warga.Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu kebijakan tertulis yang
bersifat pengaturan dan harus dipatuhi oleh semua pihak. Peraturan dibuat
adalah untuk mengatur kehidupan agar berjalan dengan baik. Namun demikian,
masih banyak yang belum bisa menjalankan dan menaati aturan yang ada. Terkadang
masih banyak yang hanya menuruti kemauannya sendiri. Banyak masyarakat yang menjadi
korban akibat tidak menaati peraturan. Peraturan perundang-undangan berguna
untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Bagi
lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan perundang-undangan untuk petunjuk dalam
menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Begitu
pula bagi warga, peraturan perundang-undangan dapat mendorong terjadinya tertib
hukum di masyarakat. Peraturan perundang-undangan sangat berguna demi
menciptakan kehidupan yang
tertib dan aman.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang diatas maka ditemukan beberapa masalah yang akan dibahas yaitu :
1.
Apa pengertian peraturan perundang - undangan?
2.
Bagai mana tata urutan peraturan perundang - undanggan?
3.
Apa pengertian peraturan pusat?
4.
Apa pengertian peraturan daerah?
5.
Bagai mana cara melaksanakan peraturan perundang - undangan
BAB III
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan
Peraturan adalah ketentuan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Sedangkan peraturan perundang-undangan merupakan semua peraturan yang bersifat
mengikat secara umum, yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Peraturan perundang-undangan
tersebut berlaku untuk lembaga-lembaga negara dan seluruh warga negara
Indonesia.
Adapun sifat dan ciri peraturan perundang-undangan di antaranya adalah:
1.
Peraturan perundang-undangan dikeluarkan dalam
wujud keputusan tertulis, jadi mempunyai format/bentuk tertentu.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berpedoman pada UUD 1945.
2. Peraturan perundang-undangan berisi aturan
pola tingkah laku.
3. Peraturan perundang-undangan dibentuk,
ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
4. Peraturan perundang-undangan mengikat
secara umum dan tidak ditunjukkan kepada seorang atau individu tertentu.
B. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Pancasila adalah
sumber hukum nasional. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus bersumber
pada sumber hukum. Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan ada tata
urutannya, yaitu mulai pusat sampai daerah.
1. Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945).
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah bentuk peraturan perundangan
yang tertinggi. dengan demikian, semua peraturan perundangan dibawahnya tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 ini
merupakan Konstitusi .pertama yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh, dan
penjelasan resmi. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan
atau amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pertama pada tanggal 19 Agustus 1999. Kedua, pada tanggal 18 Agustus 2000.
Ketiga, 10 November 2001. Keempat, tanggal 10 Agustus 2002.
2. Undang-Undang
(UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Rencana
penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional
antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah. Undang-Undang
ini sebagai pelaksanaan dari UUD 1945. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) dibuat oleh pemerintah dalam hal ini presiden jika ada
kegentingan yang memaksa. Untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.Jika tidak mendapat
persetujuan dari DPR, maka peraturan itu harus dicabut.
3. Peraturan
Pemerintah (PP)
Peraturan
Pemerintah (PP) adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah, dalam
hal ini presiden. Peraturan Pemerintah (PP) memuat aturan-aturan
umum dalam melaksanakan undang-undang.
4. Peraturan
Presiden (Perpres)
Peraturan
Presiden dibuat oleh presiden untuk mengatur masalah-masalah tertentu.
Peraturan Presiden (Perpres) berisi materi yang bersifat khusus untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang atau untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah.
5. Peraturan
Daerah (Perda)
Peraturan Daerah
merupakan peraturan yang disusun dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan
bersama DPRD. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan. perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah. Peraturan Daerah meliputi:
a. Peraturan
Daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi bersama
dengan gubernur;
b. Peraturan
Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
bersama bupati/walikota; dan
c. Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
C. Peraturan Pusat
1. Pengertian Peraturan Pusat
Peraturan pusat adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat, dan
berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan. UUD 1945,
ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan
peraturan pelaksana lainnya merupakan atau
termasuk peraturan pusat.
2. Proses Penyusunan Peraturan Pusat
Proses pembuatan undang-undang, melalui 3 tahap yaitu proses penyiapan
rancangan undang-undang, proses mendapatkan persetujuan, serta proses
pengesahan dan pengundangan.
3. Contoh Peraturan Pusat
a. Peraturan tentang otonomi daerah
b. Peraturan tentang lalu lintas
c. Peraturan tentang korupsi
d. Peraturan tentang pajak
e. Peraturan tentang hak asasi manusia
D. Peraturan Daerah
1. Pengertian Peraturan Daerah
Menurut UU No.
10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan peraturan daerah
adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan-peraturan ini dibuat untuk
mengatur masyarakat daerah terutama dalam rangka otonomi daerah. Artinya, jika
ada suatu Peraturan daerah diberi otonomi untuk mengatur daerahnya sendiri,
maka dibutuhkan beberapa aturan yang harus ditaati oleh orang-orang di daerah
tersebut. Ada peraturan daerah yang dibuat oleh daerah tingkat I atau provinsi,
ada juga peraturan daerah yang dibuat oleh daerah tingkat II, atau kabupaten/
kota. Peraturan-peraturan daerah meliputi:
Peraturan daerah provinsi
yang dibuat oleh DPRD Provinsi dan gubernur.
- Peraturan daerah kabupaten/ kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
- Peraturan desa atau setingkat, dibuat oleh lembaga perwakilan desa atau yang setingkat.
Peraturan-
peraturan daerah tersebut harus melaksanakan aturan hukum yang ada di
atasnya,yaitu peraturan- peraturan pusat, dan mengatur keadaan khususnya yang
ada di daerah.
·
Pusat Pembuatan Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah
- Urutan pembuatan peraturan
Cara
pembuatan peraturan biasanya menempati beberapa cara, yaitu:
- Membuat rancangan peraturan
- Mengajukan rancangan kepada DPR atau DPRD
- Membahas rancangan peraturan atau undang-undang
- Menetapkan rancangan peraturan atau undang-undang
- Mensahkan peraturan atau undang-undang
- Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan peraturan
2. Contoh Peraturan Daerah
A. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 6 Ayat (1) yang
berbunyi, “Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan
sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan (zebra cross)”.
B. Perda No. 14 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang di Wilayah Kabupaten
Sragen.
E. Pelaksanaan Peraturan
Peraturan perundang-undangan dibuat untuk kepentingan bersama.
Pelaksanaannya pun wajib dipatuhi oleh seluruh warga masyarakat, tidak
memandang pejabat, orang berpengaruh atau kaya, semua orang wajib melaksanakan
peraturan, dan apabila peraturan tersebut dilanggar akan mendapat hukuman.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan
diatas maka dapat disimpulkan yaitu :
Ø Peraturan adalah ketentuan yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan
Ø peraturan perundang-undangan merupakan semua peraturan
yang bersifat mengikat secara umum, yang dikeluarkan oleh badan perwakilan
rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.Peraturan
perundang-undangan tersebut berlaku untuk lembaga-lembaga negara dan seluruh
warga negara Indonesia.
Ø Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan yaitu :
1. Undang-Undang Dasar (1945)
2. Undang-undang atau Perppu
3. Peraturan pemerintah.
4. Peraturan presiden.
5. Peraturan daerah
Ø Peraturan pusat adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah
pusat, dan berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia secara
keseluruhan. UUD 1945, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, dan peraturan pelaksana lainny a merupakan atau termasuk peraturan pusat.
Ø Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan peraturan daerah adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Sapriya.
Winaputra. (2002). Materi dan Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan SD.
Jakarta : Gramedia Pustaka
Ikhwal
Sapto Darmono, Sudarsih,. 2008. Pendidikan kewarganegaraan kelas 5 SD.
Jakarta : Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional
Widihastuti
Setiati,Rahayuningsih Fajar. 2008. Pendidikan kewarganegaraan 5 SD /MI.
Jakarta: Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional
http
:// WWW. Crayonpedia./ Mw / Peraturan perundang – undangan Tingkat Pusat dan
Daerah BS E S.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jelas menyebutkan bahwa sumber daya alam dan
budaya merupakan modal dasar pembangunan. Sebagai arahan pembangunan jangka
panjang, GBHN menyebutkan bahwa : “Bangsa Indonesia menghendaki hubungan
selaras antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan lingkungan alam
sekitarnya”. Dengan demikian perlu adanya usaha agar hubungan manusia Indonesia
dengan lingkungan semakin serasi. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya, oleh karena itu harus selalu diupayakan agar
kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Hal ini dapat terjadi apabila analisis
mengenai dampak lingkungan diterapkan pada setiap kegiatan yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.
Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup di Indonesia
diawali oleh seminar tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Nasional” yang diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran di Bandung pada
tahun 1972. Para Sarjana dan ahli Indonesia sudah lama mengikuti perkembangan
masalah lingkungan, namun Pemerintah Indonesia baru mengenal masalah lingkungan
secara resmi sejak mengikuti sidang khusus PBB tentang lingkungan hidup di
Stockholm 5 Juni 1972.
B.
Masalah
Adapun masalah yang dibahas pada
makalah ini adalah :
1. Pengertian AMDAL
2. sistem regulasi AMDAL
3. fungsi, peran dan manfaat AMDAL
4. tahap-tahap penyusunan AMDAL
5. alasan suatu rencana kegiatan wajib
AMDAL
C. Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengertian AMDAL
2. Untuk mengetahui sistem Regulasi
AMDAL
3.
Untuk
mengetahui fungsi, peran dan manfaat AMDAL
4.
Untuk
mengetahui tahap – tahap penyusunan AMDAL
5.
Untuk
mengetahui alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
D. Manfaat
Tujuan yang ingin diperoleh dari
makalah ini adalah :
1.
Kita Dapat mengetahui pengertian AMDAL
2.
Kita dapat mengetahui sistem Regulasi AMDAL
3.
Kita dapat mengetahui fungsi, peran dan
manfaat AMDAL
4.
Kita dapat mengetahui tahap – tahap penyusunan
AMDAL
5.
Kita dapat mengetahui alasan suatu rencana
kegiatan wajib AMDAL
E. Manfaat AMDAL khususnya bagi pemerintah di
antaranya sebagai berikut:
1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik dengan masyarakat.
3) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanju tan.
4) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
F. Manfaat AMDAL bagi masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan kontrol.
3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik dengan masyarakat.
3) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanju tan.
4) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
F. Manfaat AMDAL bagi masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan kontrol.
3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
AMDAL
Pada umumnya setiap negara yang sedang membangun memiliki
sistem perencanaan pembangunan sendiri-sendiri. Sistem perencanaan pembangunan
ini disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah
ditetapkan. Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan
jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung
menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Kegiatan
pembangunan ini dilaksanakan dengan menggunkan apa yang disebut proyek.
Seringkali proyek dibuat dalam porsi
ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program
mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan
lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak
ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Pembangunan dengan proyek yang
dikaji dari aspek kelayakan lingkungan bisa disebut pembangunan berwawasan
lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan
untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Instrumen
untuk mencapai pembangunan berlanjut adalah Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan).
Menurut PP 29/1986, yang kemudian
disempurnakan dengan PP 27/1999, yang semula hanya memiliki satu model AMDAL,
berkembang dan mempunyai beberapa bentuk AMDAL dan mempunya pengertian:
1)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini
menghasilkan dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan, Analisis Dampak
Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan.
Sementara itu pengertian ANDAL adalah sebagai berikut.
2)
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
kegiatan yang direncanakan.
Dalam PP 51/1993, dikenal ada beberapa model AMDAL yaitu
AMDAL Proyek Individual (seperti PP 29/1986), AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL
Kawasan, dan AMDAL Regional. Pengertian ketiga AMDAL menurut PP 51/1993
tersebut adalah:
1)
Analisis mengenai dampak lingkungan
kegiatan terpadu/multisektor adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha
atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam
satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu
instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas
kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting menjadi dampak besar dan
penting.
2)
Analisis
mengenai dampak lingkungan kawasan adalah hasil studi mengenai dampak penting
usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan ha,paran ekosistem dan menyangkut kwenangan satu instansi yang
bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi
diganti kajian dan dampak penting diganti dampak besar dan penting.
3)
Analisis
mengenai dampak lingkungan regional adalah hasil studi mengenai dampak penting
usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai dengan
rencana umum tata ruang daerah dan
melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
Pada PP 27/1999
pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting
suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan. Hasil studi ini terdiri dari beberapa
dokumen. Atas dasar beberapa dokumen ini kebijakan dipertimbangkan dan diambil.
Pihak-pihak
yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
- Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
- Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
- masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
- Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
- Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
- Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
- Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
B.
Fungsi, peran dan manfaat AMDAL
Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam
belum begitu besar karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di
samping itu intensitas kegiatannya juga tidak besar. Pada saat-saat itu
perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktifitas manusia masih dalam
kemampuan alam untuk memulihkan diri secara alami. Tetapi aktifitas manusia
makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan lingkungan yang besar
pula. Pada saat inilah manusia perlu berfikir apakah perubahan yang terjadi
pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia. Manusia perlu memperkirakan
apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan oleh manusia itu sendiri.
AMDAL (Analisis Mengenai Danpak Lingkungan) merupakan alat
untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang
mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktifitas pembangunan yang direncanakan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Pasal 1 menyatakan :
“Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi
proses pngambilan keputusan”.
AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak penting, karena ini memang yang dikehendaki baik oleh
Peraturan Pemerintah maupun oleh Undang-undang, dengan tujuan agar kualitas
lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-proyek pembangunan. Oleh karena itu
pemilik proyek atau pemrakarsa akan melanggar perundangan bila tidak menyusun
AMDAL, semua perizinan akan sulit didapat dan di samping itu pemilik proyek
dapat dituntut dimuka pengadilan. Keharusan membuat AMDAL merupakan cara yang
efektif untuk memaksa para pemilik proyek memperhatikan kualitas lingkungan,
tidak hanya memikirkan keuntungan proyek sebesar mungkin tanpa memperhatikan
dampak lingkungan yang timbul. Dampak dari suatu kegiatan, baik dampak negatif
maupun dampak positif harus sudah diperkirakan sebelum kegiatan itu dimulai.
Dengan adanya AMDAL, pengambil keputusan akan lebih luas wawasannya di dalam
melaksanakan tugasnya. Karena di dalam suatu rencana kegiatan, banyak sekali
hal-hal yang akan dikerjakan, maka AMDAL harus dapat membatasi diri, hanya
mempelajari hal-hal yang penting bagi proses pengambilan keputusan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya
Indonesia, karena Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk
melaksanakan pembangunan maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya
AMDAL maka perubahan tersebut dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap
lingkungan hidup dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif, hampir
tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan tidak ada dampak
negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan
timbul harus sudah diketahui sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu
AMDAL juga membahas cara-cara untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif.
Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut merasakan hasil pembangunan
meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan di dalam AMDAL.
Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa
penerapan AMDAL di negara-negara berkembang ditujukan untuk :
- Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi akibat kegiatan pembangunan
- Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan ekonomi yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
- Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih dalam dan pemantauannya.
- Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan pembangunan.
- Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
- Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu sama lain.
- Manfaat AMDAL Bagi masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya,
sehingga dapat mempersiapkandiri di dalam penyesuaian kehidupannya apabila
diperlukan;
Masyarakat dapat mengetahui perubahan lingkungan
di masa sesudah proyek dibangun sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang dapat
menguntungkan dirinya dan menghindarkan diri dari kerugian-kerugian yang dapat
diderita akibat adanya proyek tersebut;
Masyarakat dapat ikut berpartisipasi di dalam pembangunan di daerahnya
sejak dari awal, khususnya di dalam memberikan informasi-informasi ataupun ikut
langsung di dalam membangun dan menjalankan proyek;
Masyarakat dapat memahami hal-ihwal mengenai proyek secara jelas
sehingga kesalahfahaman dapat dihindarkai dan kerja sama yang menguntungkan
dapat digalang;
Masyarakat dapat mengetahui hak den
kewajibannya di dalam hubungannya dengan proyek tersebut khususnya hak dan kewajiban di dalam
ikut dan mengelola lingkungan.
Bagi pemerintah
Untuk mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tersebur tidak
rusak (khusus untuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui);
Untuk mencegah rusaknya sumberdaya alam lainnya yang berada
di luar lokasi proyek baik yang dioleh olrh proyek lain, diolah masyarakat atau
yang belum diolah;
Untuk menghindari perusakan lingkungan hidup seperti
timbulnya pencemaran air, pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya,
sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat;
Untuk menghindari terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya dengan masyarakat dan
proyek-proyek lainnya;
Untuk menjamin agar proyek yang
dibangun sesuai dengan rencana pembangunan daerah, nasional ataupun
internasional serta tidak mengganggu proyek lain;
Untuk menjamin agar proyek tersebut
mempunyai manfaat yang jelas bagi negara dan masyarakat;
Analisis dampak lingkungan diperlukan bagi pemerintah
sebagai alat pengambil keputusan.
D. Tahapan Penyusunan AMDAL
Prosedur
pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
1.
Tata laksana
menurut PP 29 Tahun 1986
Menurut
Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada
PP No. 29/1986 Mengenai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
a.
Pemrakarsa
rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kepada instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut
dibuatkan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup. Dalam
uraian dibawah ini, yang dimaksud degan menteri KLH adalah “Menteri yang di tugasi mengelola lingkungan
hidup” instansi yang bertanggung jawab
adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag pelaksanaan rencana kegiatan,
dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan pada Gubernur
Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya
b.
Apabila lokasi
sebagaimana tercantum dalam PIL dinilai
tidak tepat, maka instansi yang
bertanggung jawab menolak lokasi
tersebut dan memberikan petunjuk tentang kemungkinan lokasi lain dengan
kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu lokasi
dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang
bertanggung jawab mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.
c.
Apabila hasil
penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan
ANDAL, berhubung dengan adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap
lingkungan, baik lingkungan geobiofisik maupun sosial budaya, maka pemrakarsa
bersama instansi yang bertanggung jawab membuat Kerangka Acuan (KA) bagi
penyusunan ANDAL.
d. Apibila ANDAL
tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada dampak
penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi kegiatan
tersebut. Huruf K dalam RKL adalah “Kelola” dan huruf P dalam RPL dari
“Pantau”.
e.
Keputusan persetujuan ANDAL
dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar
akibat peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan
dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan
baru.
C. Alasan
suatu rencana kegiatan wajib AMDAL
Setiap rencana kegiatan yang mempunyai
dampak besar dan penting, wajib dibuat AMDAL Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat
1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2. Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak
dapat diperbaharui
3. Proses dan
kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan,
pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya
4. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
6. Penerapan
teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan
7. Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi
pertahanan negara
Jadi, apabila rencana kegiatan mempunyai peran seperti
yang telah disebutkan di atas wajib AMDAL.
Meskipun AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia
pada tahun 1982, sebagian besar praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk
beranjak dari Peraturan No. 29/19869 yang menciptakan berbagai elemen penting
dari proses AMDAL10. Sepanjang
awal era 1990 didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat (BAPEDAL)
terlepas dari Kementerian Negara Lingkungan, dengan mandat meningkatkan
pelaksanaan
AMDAL dan
kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan persetujuan
atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau
Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000
AMDAL dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai
elemen dari proses tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada
AMDAL ‘gaya barat’. Legislasi AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun
199311 yang memiliki efek pembenahan atas prosedur penapisan, mempersingkat
jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status format EMP yang
distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas. Lebih
dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini
termasuk sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan
di dalam BAPEDAL.
Dengan diundangkannya Undang-undang Pengelolaan Lingkungan
yang baru (No. 23/1997) berbagai reformasi lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi
perlu. Peraturan 27/199912 diperkenalkan dengan simplifikasi lebih lanjut.
Komisi sektoral dibubarkan dan dikonsolidasikan ke dalam suatu komisi pusat tunggal,
sementara komisi propinsi diperkuat. Ketentuan yang lebih spesifik dan lengkap
atas keterlibatan publik juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga dengan
suatu rangkaian arahan teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata
tidak tepat waktu, gagal untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan
politis yang pada saat itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada
desentralisasi politik dan administratif. AnalisisMengenai Dampak Lingkungan,
yang sering di singkat dengan AMDAL, lahir dengan di undangkannya undang-undang
tentang lingkungan hidup di Amerika
Serikat, National Environmental Policy
Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA
1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam
undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktifitas pemerintah
federal yang besar di perkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental
Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan
lingkungan oleh aktifitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya
lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan transpor, rusaknya habitat
tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Misalnya,
sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika
Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke + fog),
yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal
dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri
atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN),
nitrogenoksida, dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah instrumen
yang sifatnya formal dan wajib (control
and command) yang merupakan kajian bagi pembangunan proyek-proyek
kegiatan-kegiatan pasal 17a yang kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari
penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak besar dan
penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang di
akibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP
tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan periting dari suatu
usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
- Jumlah manusia yang akan terkena dampak
- Luas wilayah persebaran dampak
- Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
- Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
- Sifat kumulatif dampak
- Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible)
Dasar hukum dan prosedur pelaksanaan
AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999 beserta beberapa KEPMEN yang terkait dan
dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup. AMDAL dibuat sebelum
kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu AMDAL merupakan salah
satu persyaratan keluarnya perizinan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan
Satu
lagi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun
2012, yaitu peraturan teknis terkait terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan.Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin
Lingkungan.
Peraturan
ini mengatur tentang tata cara pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL, dimulai
dari pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan yang saat ini hanya dilakukan 10
(sepuluh) hari, masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses
AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi
Penilai AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik.Selain itu peraturan ini juga
mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam
penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan
pesertujuan izin lingkungan.
Dengan
terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam
Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun
2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL dinayatakan dicabut dan tidak berlaku.
Sejak
terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Kementerian
Lingkungan Hidup telah menerbitkan peraturan-peraturan teknisnya. Salah satunya
adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL. Peraturan ini
mencabut Peraturan Menteri sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 11 Tahun 2006 yang mengatur tentang hal yang sama.
Peraturan Menteri ini terdiri dari:
1. Batang Tubuh yang terdiri dari 7 Pasal
* Pasal 1 : Ketentuan Umum
* Pasal 2 : Penapisan
* Pasal 3 : Kawasan Lindung
* Pasal 4 : Penambahan Wajib Amdal
* Pasal 5 : "Delisting wajib Amdal"
* Pasal 6 : Pencabutan PermenLH No. 11 Tahun 2006
* Pasal 7 : Masa Berlaku Permen ini
2. Lampiran I : Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Amdal
3. Lampiran II : Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya
Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Dilengkapi dengan Amdal
4. Lampiran III : Daftar Kawasan Lindung
5. Lampiran IV : Kriteria Penapisan
6. Lampiran V : Ringkasan informasi awal Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan
dilakukan Penapisan.
Peraturan Menteri ini terdiri dari:
1. Batang Tubuh yang terdiri dari 7 Pasal
* Pasal 1 : Ketentuan Umum
* Pasal 2 : Penapisan
* Pasal 3 : Kawasan Lindung
* Pasal 4 : Penambahan Wajib Amdal
* Pasal 5 : "Delisting wajib Amdal"
* Pasal 6 : Pencabutan PermenLH No. 11 Tahun 2006
* Pasal 7 : Masa Berlaku Permen ini
2. Lampiran I : Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Amdal
3. Lampiran II : Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya
Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Dilengkapi dengan Amdal
4. Lampiran III : Daftar Kawasan Lindung
5. Lampiran IV : Kriteria Penapisan
6. Lampiran V : Ringkasan informasi awal Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan
dilakukan Penapisan.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27 Tahun 2012)
adalah Peraturan Pemerintah yang menggantikan PP No. 27 Tahun 1999 tentang
Amdal. Peraturan ini adalah peraturan turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini mengatur
tentang Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan.
RUMUSAN RAPAT KERJA NASIONAL AMDAL TAHUN 2011
Bali Nusa Dua Convention Center, 13-14 Juli 2011
Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMDAL 2011 yang berlangsung selama dua hari (13-14 Juli 2011) bertemakan “25 Tahun Amdal, Awal Pencapaian Mutu Amdal”.
RAKERNAS AMDAL 2011 dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai RPP Amdal, RPP Perizinan Lingkungan, dan rancangan Peraturan MENLH tentang Tata Cara Audit Lingkungan serta pandangan daerah terhadap implementasi kebijakan lisensi komisi penilai AMDAL, sertifikasi dan registrasi penyusun amdal. RAKENAS AMDAL 2011 juga membicarakan pengalaman dan mimpi amdal, serta memaparkan grand strategi amdal dan pengalaman praktek penilaian AMDAL di Belanda.
Dengan memperhatikan pemaparan para narasumber serta diskusi yang berkembang, maka RAKERNAS AMDAL menyimpulkan dan merumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di Indonesia. Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur pendukungnya telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan AMDAL di Indonesia, banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit permasalahan-permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga selama 25 tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di masa depan menjadi lebih baik.
2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem AMDAL Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat ini.
3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki dan disempurnakan.
4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan “pemutihan terakhir” seperti ditegaskan dalam pasal 121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa ‘pemutihan’ ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011 dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH (persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun DELH atau DPLH.
5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.
6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif. Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua pihak terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai AMDAL dan pengambil keputusan serta masyarakat.
8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi, penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting. Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.
10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut dapat efektif dilaksanakan.
Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang baru antara lain:
- Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL;
- Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL;
- Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan penyusunan AMDAL.
SIARAN PERS RAKERNAS AMDAL TAHUN 2011
KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP
25 Tahun Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Denpasar, Bali, 13 Juli 2011 – Menyambut peringatan 25 tahun AMDAL, Menteri Negara Lingkungan Hidup hari ini membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMDAL 2011 dengan tema “25 Tahun AMDAL, Awal Pencapaian Mutu AMDAL” sebagai momentum dan langkah awal bagi semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan mutu pelaksanaan sistem AMDAL di Indonesi. Dalam forum ini Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan 1000 peserta terdiri dari instansi lingkungan hidup di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, instansi sektor terkait, pemrakarsa kegiatan, konsultan penyusun AMDAL, LSM, tokoh masyarakat, dan perguruan tinggi.
Kebijakan AMDAL di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1986 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Sejak tahun 1986 hingga saat ini telah terjadi 2 kali revisi terhadap peraturan AMDAL, melalui PP 51 Tahun 1993 dan PP 27 Tahun 1999, namun kualitas dokumen AMDAL tidak mengalami perbaikan yang signifikan selama perubahan kebijakan tersebut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS, mengatakan “ke depan AMDAL harus menjadi instrumen yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia”.
Beberapa langkah ke depan yang harus dikaji, dirumuskan dan dilakukan bersama antara lain adalah (1) Merumuskan dan menerapkan hubungan antara AMDAL dengan instrumen lingkungan lainnya yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009. Efektivitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan meliputi tata ruang, KLHS, pengawasan, penegakan hukum; (2) Mengembangan sistem AMDAL yang dapat mendorong efisiensi usaha/kegiatan, AMDAL juga dapat menjadi perangkat untuk meningkatkan keunggulan kompetetif dan mendorong berkembangnya Investasi hijau yang menguntungkan; (3) Merumuskan dan menyusun daftar kegiatan wajib AMDAL yang proporsional dan selektif; (4) Merumuskan Kebijakan-kebijakan AMDAL yang jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang beragam serta dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pengembangan berbagai metodologi AMDAL; (5) Mengembangan sistem informasi AMDAL yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sehingga dapat membantu penyelenggaraan proses data dan informasi AMDAL secara lebih efektif, efisien serta mudah diakses; (6) Melakukan stream-lining proses penilaian AMDAL sehingga dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur; (7) Peningkatan kapasitas pelaksanaan sistem AMDAL. Perlu dikembangkan kerjasama antara KLH, Provinsi dan PSL/PPLH serta lembaga donor, komisi penilai AMDAL, para pengambil keputusan, para penyusun AMDAL, pemraksarsa kegiatan, pakar/tenaga ahli serta masyarakat luas di daerah; (8) Mengembangkan komisi amdal independen dan profesional yang dapat menilai dokumen AMDAL secara ilmiah dari segi substansinya serta dapat menghasilkan rekomendasi yang obyektif.
Melalui forum ini para pihak terkait AMDAL dapat mengevaluasi dan mengambil pembelajaran dari perjalanan AMDAL selama 25 tahun serta kemudian merumuskan langkah-langkah yang kongkrit, jelas dan terukur untuk dapat menjadikan AMDAL sebagai perangkat yang mendukung green economy dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
25 Tahun Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Denpasar, Bali, 13 Juli 2011 – Menyambut peringatan 25 tahun AMDAL, Menteri Negara Lingkungan Hidup hari ini membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMDAL 2011 dengan tema “25 Tahun AMDAL, Awal Pencapaian Mutu AMDAL” sebagai momentum dan langkah awal bagi semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan mutu pelaksanaan sistem AMDAL di Indonesi. Dalam forum ini Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan 1000 peserta terdiri dari instansi lingkungan hidup di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, instansi sektor terkait, pemrakarsa kegiatan, konsultan penyusun AMDAL, LSM, tokoh masyarakat, dan perguruan tinggi.
Kebijakan AMDAL di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1986 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Sejak tahun 1986 hingga saat ini telah terjadi 2 kali revisi terhadap peraturan AMDAL, melalui PP 51 Tahun 1993 dan PP 27 Tahun 1999, namun kualitas dokumen AMDAL tidak mengalami perbaikan yang signifikan selama perubahan kebijakan tersebut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS, mengatakan “ke depan AMDAL harus menjadi instrumen yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia”.
Beberapa langkah ke depan yang harus dikaji, dirumuskan dan dilakukan bersama antara lain adalah (1) Merumuskan dan menerapkan hubungan antara AMDAL dengan instrumen lingkungan lainnya yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009. Efektivitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan meliputi tata ruang, KLHS, pengawasan, penegakan hukum; (2) Mengembangan sistem AMDAL yang dapat mendorong efisiensi usaha/kegiatan, AMDAL juga dapat menjadi perangkat untuk meningkatkan keunggulan kompetetif dan mendorong berkembangnya Investasi hijau yang menguntungkan; (3) Merumuskan dan menyusun daftar kegiatan wajib AMDAL yang proporsional dan selektif; (4) Merumuskan Kebijakan-kebijakan AMDAL yang jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang beragam serta dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pengembangan berbagai metodologi AMDAL; (5) Mengembangan sistem informasi AMDAL yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sehingga dapat membantu penyelenggaraan proses data dan informasi AMDAL secara lebih efektif, efisien serta mudah diakses; (6) Melakukan stream-lining proses penilaian AMDAL sehingga dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur; (7) Peningkatan kapasitas pelaksanaan sistem AMDAL. Perlu dikembangkan kerjasama antara KLH, Provinsi dan PSL/PPLH serta lembaga donor, komisi penilai AMDAL, para pengambil keputusan, para penyusun AMDAL, pemraksarsa kegiatan, pakar/tenaga ahli serta masyarakat luas di daerah; (8) Mengembangkan komisi amdal independen dan profesional yang dapat menilai dokumen AMDAL secara ilmiah dari segi substansinya serta dapat menghasilkan rekomendasi yang obyektif.
Melalui forum ini para pihak terkait AMDAL dapat mengevaluasi dan mengambil pembelajaran dari perjalanan AMDAL selama 25 tahun serta kemudian merumuskan langkah-langkah yang kongkrit, jelas dan terukur untuk dapat menjadikan AMDAL sebagai perangkat yang mendukung green economy dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Peraturan
yang terkait dengan AMDAL-ADKL
Dasar hukum pelaksanaan ADKL :
a) Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b) Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
d) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 17 Tahun 2001 Tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
e) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor ; KEP-124/12/1997 tanggal 29 Desember 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal 15 Agustus 1997 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
g) dan peraturan-perundangan lainnya sesuai dengan jenis usaha dan atau kegiatan yang menjadi subyek studi AMDAL / ADKL.
Contoh landasan hukum yang berlaku dan terkait ANDAL PT. WPLI Serang (B3)
a) Undang-Undang (UU)
b) Peraturan Pemerintah (PP)
c) Keputusan Menteri, Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri
d) Keputusan Kepala BAPEDAL
e) Peraturan Daerah
Dasar hukum pelaksanaan ADKL :
a) Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b) Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
d) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 17 Tahun 2001 Tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
e) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor ; KEP-124/12/1997 tanggal 29 Desember 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal 15 Agustus 1997 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
g) dan peraturan-perundangan lainnya sesuai dengan jenis usaha dan atau kegiatan yang menjadi subyek studi AMDAL / ADKL.
Contoh landasan hukum yang berlaku dan terkait ANDAL PT. WPLI Serang (B3)
a) Undang-Undang (UU)
b) Peraturan Pemerintah (PP)
c) Keputusan Menteri, Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri
d) Keputusan Kepala BAPEDAL
e) Peraturan Daerah
Undang-undang
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan.
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pemerintah Provinsi Banten.
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah (PP)
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-Lintas Jalan.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Keputusan Menteri
1) Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya dan Beracun.
2) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Industri.
3) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993.
4) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66 Tahun 1993 tentang Persyaratan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal.
5) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor km 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
8) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
10) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja.
11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.
12) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
13) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
14) Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 876 MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis ADKL.
15) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan RKL RPL.
Peraturan Menteri
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 1990 tentang Pengendalian Mutu Air dan Sumber-Sumber Air.
2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industr
5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal.
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
7) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara.
9) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan.
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pemerintah Provinsi Banten.
10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah (PP)
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-Lintas Jalan.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Keputusan Menteri
1) Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya dan Beracun.
2) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Industri.
3) Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993.
4) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66 Tahun 1993 tentang Persyaratan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal.
5) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor km 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
8) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
9) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
10) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja.
11) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.
12) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
13) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
14) Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 876 MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis ADKL.
15) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan RKL RPL.
Peraturan Menteri
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 1990 tentang Pengendalian Mutu Air dan Sumber-Sumber Air.
2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industr
5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal.
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
7) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
8) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara.
9) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah
Surat Edaran
Menteri dan Dirjen
1) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
2) Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.752/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pedoman Teknis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan di Jalan.
Keputusan Kepala BAPEDAL
1) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3)
4) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Peralatan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
6) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 124 Tahun 1996 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
10) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
11) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
12) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 02/BAPEDAL/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengolahan Limbah B3.
13) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 03/BAPEDAL/1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3. ( Kendali )
14) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 04/BAPEDAL/1998 tentang Penetapan Prioritas Daerah Tingkat I Program Kendali B3.
15) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
16) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Daerah
1) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pengendalian Limbah.
2) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Provinsi Banten.
3) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 08 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pembuangan Limbah.
4) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 09 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2002-2012.
5) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 36 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten.
6) Keputusan Bupati Serang Nomor 52 Tahun 2001 tentang Tata Cara Permohonan Izin Pembuangan Limbah.
1) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
2) Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.752/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pedoman Teknis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan di Jalan.
Keputusan Kepala BAPEDAL
1) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3)
4) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Peralatan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
6) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9) Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 124 Tahun 1996 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
10) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
11) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
12) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 02/BAPEDAL/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengolahan Limbah B3.
13) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 03/BAPEDAL/1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3. ( Kendali )
14) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 04/BAPEDAL/1998 tentang Penetapan Prioritas Daerah Tingkat I Program Kendali B3.
15) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
16) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Daerah
1) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pengendalian Limbah.
2) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Provinsi Banten.
3) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 08 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pembuangan Limbah.
4) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 09 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2002-2012.
5) Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 36 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten.
6) Keputusan Bupati Serang Nomor 52 Tahun 2001 tentang Tata Cara Permohonan Izin Pembuangan Limbah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan
mengai AMDAL di atas ialah :
1.
Pada PP 27/1999
pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting
suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan.
2. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL
adalah:
Komisi Penilai
AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
Pemrakarsa,
orang atau badan hukum yang
bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan
masyarakat yang
berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses AMDAL.
3. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu:
Penentuan
kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1
langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre
request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
Apabila
kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL,
sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
B. Saran
saran yang dapat kami berikan ialah,
karena dalam penyusunan makalah ini kami hanya belandaskan dari buku-buku atau
referensi lain yang berhubungan dalam penyusunan makalah mengenai AMDAL ini,
oleh karena itu kami menyarankan di adakannya kunjungan lapangan. Dengan
kunjungan lapangan tersebut bermaksud untuk mengetahui secara langsung tentang
AMDAL tersebut serta penyusunannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Liberty Offset. Yogyakarta
Tosepu, Ramadhan, 2007. Kesehatan Lingkungan. Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas MIPA UNHALU. Kendari
Wardhana, AW, 2004. Dampak
Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar